Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Selasa, April 28, 2009

" Sekolah HOROR" by Arif Saifudin Yudistira

Sekolah HOROR !!!
oleh arif saifudin yudistira*)

Apa yang salah dari pendiddikan kita? Begitulah kiranya pertanyaan yang ada saat komunitas kami mendiskusikan tentang pendidikan yang ada di negeri kita saat ini. Mengapa kita harus menyalahkan pendidikan, atau mengapa kita harus meletakkan pendidikan pada fondasi utama sebab timbulnya permasalahan bangsa ini, yah itulah yang menjadi renungan kami.
Sebab pendidikanlah yang menjadi sarana penanaman ideologi, penenaman mindset kita yang mengubah watak dan karakter bangsa nantinya. Sebab itulah kami memutuskan untuk mencoba mengartikulasikan realita pendidikan yang tidak pernah usang untuk kita kupas.
Melihat realita pendidikan kita saat ini kita perlu prihatin. Karena kualitas pendidikan kita belum banyak berubah. Kita melihat hal ini pada banyak kasus. Karena masih banyak dari warga masyarakat kita yang belum mengenyam pendidikan.
Dari sekitar 200 juta jiwa lebih, masih ada 40 juta lebih anak-anak yang belum bisa mengakses pendidikan itupun pada tahun 2008, belum tahun ini.pendidikan kita juga masih dipertanyakan kualitasnya. Buktinya, makin banyak universitas dan sekolah-sekolahan baru hanya menciptakan pengangguran baru.


Keadaan ini timbul karena pendidikan telah direduksi pada arti yang sebenarnya. “Kesalahan terbesar sekolah adalah mencoba mengajarkan segala hal kepada anak-anak dan menggunakan rasa takut sebagai motivasi dasarnya(Stanley Kubrick). Inilah yang terjadi di sekolahan-sekolahan kita. Hal ini terlihat jelas ketika guru memberi peringatan siswanya ketika mendekati ujian. “Belajar yang rajin yaa naak, kalo nanti gak lulus kamu yang rugi sendiri”.
Kemudian anak menjadi termotivasi oleh ketakutan yaitu takut tidak lulus, apalagi setelah tidak lulus ditakuti lagi dengan UNPK yang juga masih belum jelas lulus tidaknya.
Inilah yang sebenarnya tidak sesuai dengan konsep pendidikan kita. Pendidikan dipandang sebagai sesuatu hal yang menakutkan sehingga mengkerdilkan kemampuan peserta didik itu sendiri.
Siswa kita dipaksa mengerjakan soal-soal latihan dan menghafal rumus selama satu bulan penuh sebelum menempuh ujian, baik ujian nasional ataupun UNPK juga tidak jauh berbeda.
Maka tidak heran ketika nanti pada saat ujian ada siswa yang jatuh sakit, stress, dan lain-lain. Terlebih nanti saat pengumuman hasil ujian, ada siswa yang tidak lulus.
Siswa takut, minder, putus asa, bahkan ada yang sampai bunuh diri.Pendidikan yang seharusnya memiliki makna bagi perkembangan peserta didik(Brown,1977) menjadi sesuatu monster yang menakutkan. Akibatnya, kemampuan peserta didik, potensi peserta didik cenderung dimatikan.



Pendidikan kita belum mampu menjawab segala persoalan bangsa yang ada selama ini. Karena memang tidak diarahkan ke arah sana. Dan memang pemerintahan kita belum mampu mewujudkan pendidikan yang mampu menghadapi masalah seperti yang dikatakan oleh Paulo Freire.
Ini terjadi karena pendidikan kita hanya layaknya sistematika pasar seperti gaya “banking consept of education”(gramcian)dimana pelajar diberi pengetahuan yang kelak dapat menghasilkan hasil yang berlipat ganda.
Kalau tidak percaya silahkan lihat fenomena universitas-universitas yang dengan segera membuka jurusan-jurusan baru untuk memenuhi kepentingan pasar. Misalnya saja, maraknya jurusan PGSD, PAUD, dan lain-lain yang tiap tahun berubah sesuai dengan kepentingan pasar yang ada.
Anggaran pendidikan kita yang rencananya 2009 diterapkan 20% tidak berdampak perubahan pada guru-guru tidak tetap dan honorer. Masih banyak guru-guru honorer dan tidak tetap yang telah banyak berjuang dan masih kurang beruntung.
Yang terjadi saat ini juga berdampak bagi calon-calon guru kita, saat ini calon-calon guru kita jarang yang mau ditempatkan di pelosok-pelosok. Mereka ingin cepat lulus, cepat mengajar , namun ingin juga dapat gaji besar.
Orientasi mereka sudah berubah, tujuan mereka bukan lagi mencerdaskan kehidupan bangsa, tatapi sudah berorientasi ke materi atau uang dan kesejahteraan pribadi mereka saja.

Hal ini tentu akan membahayakan bagi masa depan pendidikan kita kedepan. Bagaimana bangsa kita bisa maju, bila guru-guru kita bermental lemah, lemah semuanya.
Kita saat ini makin terjebak dalam penjara pendidikan kita. Karena, pendidikan kita bisa menyamakan isi otak kita. Gaya-gaya orde baru masih ada di sekolah dan pendidikan kita. Hukuman yang tidak mendidik, bahkan kekerasan masih ada sampai sekarang.
Pemikiran kita sama, karena gambaran yang ada dalam perkuliahan di perguruan tinggi baik dari dosen maupun mahasiswanya hanya pandangan sempit. Seperti cepat lulus, dapat skor tinggi, dan dapat pekerjaan dengan bayaran tinggi. Inilah gaya pendidikan kita, logika pendidikan kita sudah berubah dari logika pendidikan menjadi logika untung rugi, maupun logika investasi.
Kurikulum masalah utama?
Inilah yang saya kira menjadi masalah utama saat ini. Kurikulum kita yang semrawut, yang sering ganti tiap tahunnya membuat bingung para pelaku pendidikan kita. Ini selain membingungkan para guru, juga membingungkan murid-murid kita.
Tidak aneh ini terjadi, sebab kurikulum kita adalah kurikulum pasar, yang ditentukan berdasarkan kebutuhan pasar. Pendidikan kita belum mampu menciptakan daya kritis, daya kemandirian dan pembangunan kesadaran seutuhnya.
Solusi yang seharusnya kita lakukan adalah merombak kurikulum kita dengan kurikulum yang sesuai dengan indonesia saat ini. Bisa kita contohkan masyarakat daerah pantai akan lebih sesuai bila mereka diajarkan tentang kelautan dan seputarnya.

Kalimantan dengan hutannya , lebih sesuai bila diajarkan bagaimana mengelola hutan dan melestarikannya. Ataupun masyarakat jawa yang khas dengan kesenian gamelan dan wayangnya. Akan tetapi berbeda dengan realita yang ada saat ini.
Sehingga dengan merombak kurikulum kita dengan kurikulum yang sesuai dengan potensi budaya maupun sumber daya alam kita akan membawa pendidikan indonesia yang berkharakter dan lebih maju. Semoga.











Artikel ini dimuat pada Koran media indonesia

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda