Meneropong Muhammadiyah di abad ke 2
Oleh arif saifudin yudistira*)
Hiruk-pikuk dan keramaian muktamar muhammadiyah membawa berkah bagi masyarakat jogja. Beribu-ribu orang datang untuk meramaikan muktamar dan menghabiskan uangnya di Jogjakarta. Keramaian ini pun tak hanya tampak karena banyaknya penggembira, akan tetapi juga karena meriahnya arena muktamar yang luar biasa megah. Selain itu, juga karena syukuran yang berlangsung di stadion mandala krida yang spektakuler. Keramaian suasana muktamar ini menjadi bukti bahwa muhammadiyah masih dicintai masyarakat Indonesia, muhamadiyah masih diharapkan kiprahnya dan sumbangsihnya bagi rakyat Indonesia.
Seringkali buya syafii maarif mengatakan keoptimisannya terhadap bangsa ini meskipun hawa kepesimisan menggejala di mana-mana. Harapan akan muktamar ini pun dinantikan oleh beliau supaya tidak hanya meriah dalam penyelenggaraan, tapi juga menghasilkan substansi tema yang ada.”Gerak melintasi zaman, dakwah dan tajdid menuju peradaban utama”[Kedaulatan rakyat 06/07/10].
Muhammadiyah sudah terbukti memberikan sumbangsih yang nyata bagi permasalahan bangsa dan negaranya. Akan tetapi, di era saat ini, peran itu perlu kiranya kita tingkatkan kembali mengingat bangsa ini sedang sakit dan memerlukan penanganan yang cukup serius. Kemerosotan akhlak, degradasi moral yang sangat akut, perilaku korupsi yang sudah membudaya, dan permasalahan mentalitas pemimpin negeri ini yang merapuh.
Berbagai permasalahan di abad kedua ini menjadi tantangan tersendiri bagi muhamadiyah selaku organisasi yang terbesar di dunia. Peran muhammadiyah dinantikan, dan diharapkan oleh umat di tengah krisis multidimensi negeri ini. Ketika melihat tantangan muhammadiyah yang begitu berat ini, kita dihadapkan pula krisis kepemimpinan di tubuh muhammadiyah dan amal usahanya yang justru perlu diatasi terlebih dahulu.
Dinamisasi gerakan Muhammadiyah
Selama satu abad muhamadiyah, muhammadiyah mengalami dinamika yang luar biasa. Kekritisan kader muhammadiyah yang ingin muhammadiyah menjadi lebih baik menjadi dinamika tersendiri seperti lahirnya buku-buku “ selamatkan muhammadiyah”, “Para pembela islam”, “pemberontakan kaum muda muhammadiyah” adalah kritik yang perlu ditanggapi secara arif oleh generasi tua, sehingga kreatifitas kader muhammadiyah dan kekritisan ini perlu di dengarkan dan dicari solusi bersama dari permasalahan yang diungkapkan tadi.
Selain itu, lahirnya kelompok anak muda yang terwadahi dalam Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah[JIMM]juga menjadi perdebatan yang unik di kalangan warga muhammadiyah yang belum mengerti akan pemikiran anak muda yang masih membara semangatnya. Kegelisahan pun muncul dari kaum tua, akan sekularisasi dan liberalisasi pemikiran anak muda terpengaruh oleh arus seperti JIL[jaringan islam liberal yang membingungkan umat.
Akan tetapi, JIMM lahir dengan semangat rekonstruksi muhammadiyah, kritik yang juga membangun bukan untuk menghujat perlu kita galakkan sebagai sarana untuk menyemaikan tajdid di kalangan muhammadiyah. Karena ketika tajdid tidak digalakkan, wacana tidak disemaikan, muhammadiyah akan terjebak pada virus taqlid dan kemandekan berfikir.
Selain dinamika kaum muda, dinamika amal usaha pun mengalami tantangan yang cukup signifikan. Semakin banyaknya amal usaha memang perlu dibarengi dengan banyaknya kader yang perlu mengembangkan amal usaha di dalamnya. Kekhawatiran akan munculnya virus tarbiyah yang seperti “benalu” di tubuh muhammadiyah perlu ditindak secara tegas, sebab amal usaha menjadi sarana untuk perkaderan dan sarana dakwah yang massif yang perlu dipelihara oleh muhammadiyah.
Krisis ideology dan manhaj muhammadiyah perlu kita atasi dengan pemasifan perkaderan di lingkungan perguruan tinggi muhammadiyah dan ortom muhammadiyah, agar kelak krisis kepemimpinan di tubuh muhammadiyah tidak lagi terjadi. Karena percuma muhammadiyah melahirkan amal usaha yang banyak, mempunyai kader yang banyak, tetapi kurang dalam meruwatnya.
Krisis kepemimpinan ini nampak di muktamar kali ini, mengingat kandidat ketua PP muhammadiyah masih diduduki oleh orang-orang tua. Muhammadiyah memang organisasi yang dipimpin dengan prinsip kolektif kolegial, akan tetapi perlu kiranya kaum muda muhammadiyah dipersiapkan, di dorong dan diberi ruang untuk memimpin muhammadiyah.
Oleh karena itu, di abad kedua ini muhammadiyah perlu merumuskan strategi yang jitu untuk memecahkan permasalahan organisasinya dan permasalahan kebangsaan. Spirit kebangsaan yang perlu diutamakan ini pernah diungkapkan oleh ahmad syafii maarif dalam sebuah seminar. “ Muhammadiyah yang belum bisa memberikan sumbangsih bagi warganya, bukanlah muhammadiyah yang sebenarnya”.
Dengan semangat kebersamaan dan kegotong-royongan insya Alloh muhammadiyah di abad kedua ini akan lebih maju dan lebih memberikan kontribusi yang lebih maksimal kepada bangsa dan umat manusia di dunia ini. Semoga harapan dan tema besar yang ada kali ini benar-benar bisa diaplikasikan dengan strategi dan rumusan yang dihasilkan oleh muktamar kali ini.
Hasil ini tentu dinantikan oleh jutaan umat di negeri ini dan dunia pada umumnya, sehingga substansi muktamar tidak hanya tentang bagaimana memilih ketua muhammadiyah, tapi juga merumuskan rekomendasi dan strategi untuk merumuskan solusi bagi permasalahan bangsa ini.Begitu.
*)Penulis adalah aktifis IMM Surakarta, belajar di universitas muhammadiyah Surakarta.
Hiruk-pikuk dan keramaian muktamar muhammadiyah membawa berkah bagi masyarakat jogja. Beribu-ribu orang datang untuk meramaikan muktamar dan menghabiskan uangnya di Jogjakarta. Keramaian ini pun tak hanya tampak karena banyaknya penggembira, akan tetapi juga karena meriahnya arena muktamar yang luar biasa megah. Selain itu, juga karena syukuran yang berlangsung di stadion mandala krida yang spektakuler. Keramaian suasana muktamar ini menjadi bukti bahwa muhammadiyah masih dicintai masyarakat Indonesia, muhamadiyah masih diharapkan kiprahnya dan sumbangsihnya bagi rakyat Indonesia.
Seringkali buya syafii maarif mengatakan keoptimisannya terhadap bangsa ini meskipun hawa kepesimisan menggejala di mana-mana. Harapan akan muktamar ini pun dinantikan oleh beliau supaya tidak hanya meriah dalam penyelenggaraan, tapi juga menghasilkan substansi tema yang ada.”Gerak melintasi zaman, dakwah dan tajdid menuju peradaban utama”[Kedaulatan rakyat 06/07/10].
Muhammadiyah sudah terbukti memberikan sumbangsih yang nyata bagi permasalahan bangsa dan negaranya. Akan tetapi, di era saat ini, peran itu perlu kiranya kita tingkatkan kembali mengingat bangsa ini sedang sakit dan memerlukan penanganan yang cukup serius. Kemerosotan akhlak, degradasi moral yang sangat akut, perilaku korupsi yang sudah membudaya, dan permasalahan mentalitas pemimpin negeri ini yang merapuh.
Berbagai permasalahan di abad kedua ini menjadi tantangan tersendiri bagi muhamadiyah selaku organisasi yang terbesar di dunia. Peran muhammadiyah dinantikan, dan diharapkan oleh umat di tengah krisis multidimensi negeri ini. Ketika melihat tantangan muhammadiyah yang begitu berat ini, kita dihadapkan pula krisis kepemimpinan di tubuh muhammadiyah dan amal usahanya yang justru perlu diatasi terlebih dahulu.
Dinamisasi gerakan Muhammadiyah
Selama satu abad muhamadiyah, muhammadiyah mengalami dinamika yang luar biasa. Kekritisan kader muhammadiyah yang ingin muhammadiyah menjadi lebih baik menjadi dinamika tersendiri seperti lahirnya buku-buku “ selamatkan muhammadiyah”, “Para pembela islam”, “pemberontakan kaum muda muhammadiyah” adalah kritik yang perlu ditanggapi secara arif oleh generasi tua, sehingga kreatifitas kader muhammadiyah dan kekritisan ini perlu di dengarkan dan dicari solusi bersama dari permasalahan yang diungkapkan tadi.
Selain itu, lahirnya kelompok anak muda yang terwadahi dalam Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah[JIMM]juga menjadi perdebatan yang unik di kalangan warga muhammadiyah yang belum mengerti akan pemikiran anak muda yang masih membara semangatnya. Kegelisahan pun muncul dari kaum tua, akan sekularisasi dan liberalisasi pemikiran anak muda terpengaruh oleh arus seperti JIL[jaringan islam liberal yang membingungkan umat.
Akan tetapi, JIMM lahir dengan semangat rekonstruksi muhammadiyah, kritik yang juga membangun bukan untuk menghujat perlu kita galakkan sebagai sarana untuk menyemaikan tajdid di kalangan muhammadiyah. Karena ketika tajdid tidak digalakkan, wacana tidak disemaikan, muhammadiyah akan terjebak pada virus taqlid dan kemandekan berfikir.
Selain dinamika kaum muda, dinamika amal usaha pun mengalami tantangan yang cukup signifikan. Semakin banyaknya amal usaha memang perlu dibarengi dengan banyaknya kader yang perlu mengembangkan amal usaha di dalamnya. Kekhawatiran akan munculnya virus tarbiyah yang seperti “benalu” di tubuh muhammadiyah perlu ditindak secara tegas, sebab amal usaha menjadi sarana untuk perkaderan dan sarana dakwah yang massif yang perlu dipelihara oleh muhammadiyah.
Krisis ideology dan manhaj muhammadiyah perlu kita atasi dengan pemasifan perkaderan di lingkungan perguruan tinggi muhammadiyah dan ortom muhammadiyah, agar kelak krisis kepemimpinan di tubuh muhammadiyah tidak lagi terjadi. Karena percuma muhammadiyah melahirkan amal usaha yang banyak, mempunyai kader yang banyak, tetapi kurang dalam meruwatnya.
Krisis kepemimpinan ini nampak di muktamar kali ini, mengingat kandidat ketua PP muhammadiyah masih diduduki oleh orang-orang tua. Muhammadiyah memang organisasi yang dipimpin dengan prinsip kolektif kolegial, akan tetapi perlu kiranya kaum muda muhammadiyah dipersiapkan, di dorong dan diberi ruang untuk memimpin muhammadiyah.
Oleh karena itu, di abad kedua ini muhammadiyah perlu merumuskan strategi yang jitu untuk memecahkan permasalahan organisasinya dan permasalahan kebangsaan. Spirit kebangsaan yang perlu diutamakan ini pernah diungkapkan oleh ahmad syafii maarif dalam sebuah seminar. “ Muhammadiyah yang belum bisa memberikan sumbangsih bagi warganya, bukanlah muhammadiyah yang sebenarnya”.
Dengan semangat kebersamaan dan kegotong-royongan insya Alloh muhammadiyah di abad kedua ini akan lebih maju dan lebih memberikan kontribusi yang lebih maksimal kepada bangsa dan umat manusia di dunia ini. Semoga harapan dan tema besar yang ada kali ini benar-benar bisa diaplikasikan dengan strategi dan rumusan yang dihasilkan oleh muktamar kali ini.
Hasil ini tentu dinantikan oleh jutaan umat di negeri ini dan dunia pada umumnya, sehingga substansi muktamar tidak hanya tentang bagaimana memilih ketua muhammadiyah, tapi juga merumuskan rekomendasi dan strategi untuk merumuskan solusi bagi permasalahan bangsa ini.Begitu.
*)Penulis adalah aktifis IMM Surakarta, belajar di universitas muhammadiyah Surakarta.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda