Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Kamis, Maret 29, 2012

Jalan Keluar Kepedihan



Oleh arif saifudin yudistira*)

Maaf aku sering tak mengangkat teleponMu(Lost In You). Puisi-puisi nurhayat arif permana adalah puisi sederhana yang ditulis dengan tinta kepedihan. Kepedihan dalam puisi diatas mencerminkan, bahwa kehilangan separuh jiwa yang ditautkan pada Tuhan diungkapkan dengan kalimat dan bait yang sederhana. Kepedihan seorang hamba pada sang kholiq sering tak terjawantahkan dengan berbagai absurditas zaman. Zaman menghilangkan dan melupakan panggilan sang Maha Kuasa, maka puisi ini adalah penyesalan hamba karena tak menjawab peringatan, tak menjawab petunjuk hingga sebuah pesan yang datang di ala mini.

NAP tak hanya menceritakan narasi-narasi kepedihan yang ada dalam relasi dia dengan Tuhan, akan tetapi sebagaimana penyair yang tak melepaskan diri dari lingkungan keluarganya, ia pun berkisah tentang do’a seorang ayah kepada anak. Do’a itu dilukiskan dengan indah dalam puisi nya berikut ini : … Ndit,jadilah kesatria bagi mereka/hingga terkuras keringat di jiwa. (Dongengmu Anak-anakku menyadarkanku pada Tetirah).

Saya tak mengerti mengapa kepahitan, kegetiran dan kepedihan jadi suatu sajak yang mengalir indah, tapi keras seperti batu. Puisi ini memang dipersembahkan untuk emak yang selama ini taka sing dalam kehidupan kita. Emak bagi NAP mungkin sudah menghilang dan meninggalkannya, tapi ia ingin mengabadikannya dalam puisi ini. Keindahan penyair dalam melukiskan kepedihan jadi kata-kata yang renyah tapi merasuk ada dalam puisinya Menunggumu Malam-Malam ; saat emak sakit : …Aku sendiri/semalam menunggu kabar/dalam putaran waktu yang ghaib/ dalam kekhawatiran yang galib. Imajinasi pengarang bukan hanya membawa pada keindahan estetis dalam kata, tapi juga mengemas kepedihan yang terangkum dalam sebaris rima yang membuat imajinasi kita terbawa dengan apa yang dirasakan penyair.

Energy Dalam Puisi

Energi dalam buku puisi ini memang diharapkan berbeda dengan buku puisi sebelumnya yang menurut penyair tak menemui pembaca. Puisi akan menjadi bermakna ketika menemui pembaca dan menyapa pembaca. Buku puisi ini memang dikemas dengan bahasa yang sederhana, ditulis dengan penuh kepedihan, tapi menghadirkan kenangan, mengingatkan kita akan peristiwa masa lalu, dan mengajak kita merenungi diri kita dan lingkungan kita.

38 puisi yang dihadirkan NAP mengisahkan tak hanya pesan untuk kawan, pesan terdalam seorang ayah, pesan untuk mendiang ibu. Ibu adalah air mata yang tak pernah berhenti memberikan inspirasi, kasih, tapi juga air mata kepedihan yang tak bisa dilupakan. Kepedihan mengingatkan kita pada bagaimana kehidupan telah berjalan. Puisi ini bukan puisi kematian, tapi puisi yang mengajak kita kembali pada hakikat kehidupan. Orang boleh saja mati, tapi hidup memang harus berjalan dan harus dijalankan. Kematian tak membawa kita justru terpendam dan mati dalam keterlenaan hidup yang memilukan, tapi lewat puisi ini NAP mengajak kita, kematian adalah refleksi sekaligus energy dalam mengolah kata dan berbagi dengan karya.

Usia

NAP penyair yang sudah tua. Tapi energy kata dalam tubuh penyair tak mati begitu saja, ia rajin menguliti setiap kenangan, peristiwa hingga ikhtiar mengabadikan peristiwa. Lihatlah betapa gaya yang romantic muncul dalam puisi berikut : Cangkang …………..:Dunia luar memang gamang/ dan mengkhawatirkan,sayang/tetapi tetas itulah yang /sempurnakan kodrat. Ia lincah memadukan hal yang intim dalam hidup kesehariannya, peristiwa bertahun-tahun diringkas dalam beberapa kata saja. Kegelisahan akan jaman dibagi bersama istri sebagai penyempurnaan kodrat.

Di usia tua itulah kita menemukan penyair mengalami kesadaran bahwa tak mungkin kodrat dilalui dengan kesendirian tanpa istri. Istri adalah cangkang yang melindungi dan membawa kehidupan penyair bisa melampaui dan melewati hidup yang gamang. Kegamangan, kekhawatiran tak jadi alasan untuk berhenti pada hidup yang penuh ketidak pastian, isteri adalah kesatuan yang dijadikan alasan untuk mencapai kesempurnaan di usia senjanya.

Pedih namun Lembut

NAP memang berkisah kepedihan-kepedihannya. Tapia ia mengemasnya dalam kelembutan kata, berharap sampai pesan yang ia sampaikan pada pembaca. Ia seakan mengajak pembacanya tak hanya menyudahi membaca bukunya tapi juga merasakan apa yang dirasakan penyair. Dalam puisi metamorphosis(1,2,3,4,5). Penyair mengalir dengan sajak yang lembut,pelan dan tak tergesa-gesa mengisyaratkan perubahan yang mesti dilakukan lewat tapa brata untuk menjadi manusia mulia.

Berbeda dengan metamorphosis(1,2,3,4,5) dalam puisi “Lost in happiness, Lost in movement, Lost in Trust, Lost in you, Lost in world, Lost in mind, hingga lost in control. Ia dengan tenang dan kalem mengungkapkan kesedihan, kepedihan, hingga sosok yang hilang. Dalam lost in control itulah sepertinya ia mengajukan Tanya pada dirinya : “bisakah panas setahun/ dibalas dengan hujan sehari. Bait ini mengakhiri bahwa mustinya kehidupan yang lurus berjalan lurus, tapi karena kehilangan berbagai rasa tadi, apakah mesti dibalas dengan satu peristiwa yang menghancurkan?.

Pada titik inilah, penulis mencapai klimaks kepedihan, ditutup dengan stanza lara. …dengan sayap separuh patah/sendiri tanpa kemudi, tanpa kendali/.Pada bagian inilah penyair menutup antologi kepedihannya mengajak berbagi pada kita semua, tentang bait kesedihan yang diuraikannya dari awal hingga akhir buku ini. Buku ini memang antologi kepedihan, tapi tak mencoba mengajak kita terus berpendar dalam kepedihan, ia hanya oase di tengah gemuruh hidup yang tak lama ini. Puisi ini mengekalkan kepedihan, untuk mengajak kita keluar dari kepedihan itu, bukan larut di dalamnya. Begitu.

*) Penulis adalah Pecinta sastra, bergiat di bilik literasi belajar di Universitas muhamamadiyah Surakarta

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda