Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Selasa, Maret 06, 2012

Kematian Pembicaraan Yang Tak Selesai




Judul : KEMATIAN; Sebuah Risalah Tentang Eksistensi dan Ketiadaan

Penulis : Muhammad Damm

Penerbit : Kepik, DEPOK

Tahun : 1, November 2011

Tebal : xxviii+124 halaman

ISBN : 978-602-99608-1-5

Harga : Rp. 45.000,-

“ya, kalau anda mati, anda tidak perlu apa-apa lagi. Anda tidak perlu mobil, uang,tak butuh isteri,anda tak punya keinginan lagi.Seperti Tuhan tidak butuh uang,isteri, atau mobil bukan?.Jadi menyenangkan kalau orang tidak perlu apa-apa lagi dan sesudah anda meninggal, itulah yang terjadi”(Geertz,mojokuto,1989 :100-101).

Mati adalah pasti, bagaimana menghadapi mati itulah yang mesti kita pikirkan. Begitulah awla kita mendiskusikan dan membicarakan kematian. Kematian memang tak selalu terlepas dari kehidupan, kehidupan ada karena sebelumnya ada kematian. Kematian menyimpan sejarah, eksistensi, hingga narasi yang mendalam dalam dunia manusia. Sebab eksistensi manusialah yang kemudian menganggap mati bagian dari ketiadaan eksistensial. Kematian jika dipandang dari sudut eksistensial inilah, kemudian menjadikan kematian itu selesai, setelah orang itu mengalaminya. Sebab eksistensi manusia akan berakhir setelah ia mati.

Buku garapan Muhammad Damm ini mencoba berfikir dari cara pandang lain, ia mencoba membicarakan bentuk-bentuk kematian, mendefinisikan kematian itu sendiri. Ia keluar dari cara pandang selama ini yang membicarakan eksistensi tapi menafikkan esensi dari kematian itu sendiri. Sebab tidak setiap dari kita pernah mengalami kematian dan tak memiliki cerita dan juga pengertian, sebab setelah mati kita tak memiliki eksistensi dan juga merasakan apa itu mati. Bahkan orang mati suri, diyakini dam hanya merasakan pengalaman kematian, tapi tidak mengalami kematian itu sendiri. Inilah yang membuat kematian itu selalu dan tak pernah usai jadi perbincangan. Sebab kematian ternyata menyimpan berbagai cerita hingga menyentak perhatian manusia baik dari peristiwa mati dalam bentuk fisik(tubuh), mati eksistensi(kematian bahasa), hingga pada kematian jiwa.

Kepentingan Kematian

Manusia sering kali jeli dan penasaran dengan usahanya menyingkap dunia kematian itu sendiri. Banyak yang kemudian mencoba melakukan eksperimen sampai pada pembuatan kartun, pembuatan film, hingga pada perbisnisan dan eksploitasi berita kematian. Meskipun berita kematian itu bukanlah yang dimaksud kematian itu sendiri. Titik pandang kita ketika membicarakan kematian seringkali bersifat menegasikan. Bahwa dengan mati itulah, kehidupan mesti dimaknai. Dengan adanya kematian itulah, hidup mesti mempersiapkan dan berbuat sebaik-baiknya. Ritus ibrahimik menjelaskan bahwa kematian itu adalah ketiadaan dan pengharapan. Pada kondisi ini, manusia memiliki imajinasi dan harapan yang melampaui kehidupan itu sendiri, dengan berbagai imajinasi kesenangan atau sebaliknya. Meskipun mereka belum mengalami kematian, imajinasi ini dihadirkan untuk mempersiapkan dan menghadapi apa yang disebut kematian itu sendiri.

Melalui media yang ada saat ini, kematian pun jadi lahan berita yang cukup menarik dikemas dengan bahasa-bahasa yang berubah-ubah. Sebab itulah kematian menjadi sesuatu yang tka pernah berhenti, ia selalu berubah-ubah termasuk dalam konstruksi manusia membahasakan kematian. Kematian pun tiba-tiba jadi lahan bisnis melalui film-film yang mengangkat mitos-mitos tentang kematian, yang banyak meraup keuntungan melalui pembuatan film serial “pocong” dengan berbagai kondisi. Pocong tak dianggap lagi sebagai orang mati, tapi pocong dianggap sebagai dunia entertaintment paling laku saat ini. Pun kita juga melihat bahwa kematian berurusan dengan persoalan politik juga, melalui kematian dan ketokohan seseorang, pejabat merasa perlu untuk berbela sungkawa di media massa, hingga melantunkan pidato kematian untuknya. Singkatnya kematian menyingkap berbagai kepentingan dan mengucapkan bagaimana orang menyikapinya.

Tak Selesai

Selama manusia hidup, selama itulah kematian akan tetap terus dan relevan dibicarakan. Melalui kematian itu pula kita memahami kematian bukan hanya negasi atas kehidupan, kematian bukan hanya sekadar ketiadaan kehidupan melainkan ketiadaan kemanusiaan juga.(Damm, 2011).Pembicaraan kematian dalam buku ini mengisahkan bahwa kematian itu adalah bagian dari kerangka filsafati yang perlu didudukkan dalam konteks filsafat. Kematian dalam kerangka filsafat itu mendudukkan kematian sebagai konseptual dan bukan eksistensial. Sebagaimana paparan Damm dalam buku ini, ia mencoba menjelaskan selama ini kita sebenarnya tidak sedang menangkap kematian yang tengah terjadi dihadapan kita, melainkan dengannya kita memutuskan bahwa kejadian yang ada dihadapan kita adalah kematian. Buku ini adalah cara kita untuk menjelaskan dan mengartikulasikan kematian itu ada dan tak pernah selesai diperbicangkan. Dalam buku inilah ia diposisikan yang membincangkan kematian antara eksistensi dan ketiadaan sebagaimana yang ada dalam judul buku ini.

Arif saifudin Yudistira,dalah Mahasiswa UMS, penggiat di bilik literasi,presidium kawah institute Indonesia


*)tulisan dimuat di koran opini.com 3 maret 2012

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda