Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Selasa, Desember 01, 2009

MEnakar Pendidikan TAnpa UN

Edisi : Selasa, 01 Desember 2009 , Hal.4
Menakar pendidikan tanpa UN

Kita kembali memperbincangkan pendidikan. Meski telah lama dan banyak dikupas, masalah ini sepertinya tak usang untuk diperbincangkan. Sebab, membicarakan pendidikan adalah menyoroti masa depan, membicarakan manusia, membahas aspek yang fundamental.

Pendidikan adalah proses pembebasan, proses memanusiakan manusia, begitulah Paulo Freire berkata. Karena pendidikan adalah proses memanusiakan manusia maka tidaklah mungkin proses itu berlangsung secara cepat dan instan.
Paulo Freire juga mengatakan pendidikan adalah proses dialektis, aksi-reaksi yang reflektif dan berkesinambungan. Maka, tidak heran jika tiap tahun, tiap ganti menteri, kita harus merefleksikan pendidikan di negeri kita ini.
Reflektif di sini tentu bukan diartikan hanya sering berganti kurikulum. Akan tetapi, bagaimana dalam aksi dan reaksi kita antara peserta didik dan pengajar senantiasa mengevaluasi diri terhadap apa yang dipelajarinya dalam pendidikan itu sendiri.
Pendidikan tidak bisa hanya dipersempit dengan logika angka-angka. Pendidikan akan bisa bermanfaat ketika kita sudah tiba dalam samudra hidup yang nyata yaitu kehidupan masyarakat.
Di sanalah nantinya kita diuji bagaimana kita menghadapi permasalahan-permasalahan hidup yang lebih kompleks. Sering kali pendidikan selalu teralienasi dari masyarakat sekitar, sehingga ketika sudah menyelesaikan pendidikan formal, banyak dari kita gagap menghadapi realitas.
Pendidikan kita sepertinya sudah mencapai pada tahapan klimaks, tahapan serba instant, pragmatis dan begitu sempit. Kita melihat saat ini sekolah tidak lebih hanya sebagai lembaga yang menciptakan logika tersebut seperti logika cepat lulus, nilai akademis bagus dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi.
Bagaimana kemudian produk yang dihasilkan pun tidak jauh beda dengan proses yang instan. Sehingga kebijakan yang ditelurkan pun cukup instan, dengan komputerisasi dan internetisasi semua sekolah. Pertanyaannya apakah kemudian dengan internetisasi sekolah akan mengubah paradigma dan kualitas sekolah itu sendiri?
Sekolah telah direduksi sebagai pencetak para penganggur dan para pekerja, bukan lagi pencetak intelektual-intelektual pembaharu dan pelopor perubahan di masyarakat.
Reduplikasi ini makin kentara saat ini. putusan MA tentang penolakan kasasi dari pemerintah tentang penyelenggaraan ujian nasional (UN) dinilai cacat hukum, sehingga dilarang menyelenggarakan UN justru di tentang keras oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas).
Meski sudah banyak kritikan dan saran dari berbagai pihak, Mendiknas seperti tidak punya tawaran kebijakan lain dalam memimpin lembaga pendidikan nasional yang mencetak pemimpin bangsa ke depan.

Tanpa UN?
Bagaimana masa depan pendidikan ini jika tanpa UN? Dengan pendidikan tidak distandarkan maka akan lebih dimungkinkan sekolah-sekolah itu mencari keunggulan masing-masing dan ditawarkan dalam kancah nasional ataupun global.
Budaya daerah, kesenian daerah maupun kearifan lokal menjadi daya tawar. Inilah merupakan tantangan para pendidik kita, dengan mendorong munculnya bakat dan kemampuan peserta didik.
Dengan demikian, muncul potensi-potensi lokal pendidikan berkarakter. Kualitas pendidikan akan ditentukan oleh sekolah dan daerah masing-masing.
Pada dasarnya, tanggung jawab pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak, masyarakat, pemerintah daerah, serta tenaga dan Dinas Pendidikan. Dengan integrasi yang kokoh antara tiga elemen masyarakat, pemerintah dan lembaga pendidikan, tidak mustahil tercipta pendidikan berkualitas.
Kualitas pendidikan juga tidak bisa diukur dengan cara yang cepat dan instan seperti UN. Dengan demikian, sekolah dan lembaga pendidikan akan bekerja lebih keras mencari dan menemukan pendidikan yang berkarakter. Tidak seperti yang terjadi selama ini, para pendidik dan lembaga pendidikan merasa menyelesaikan tugasnya setelah UN selesai dan menghasilkan kelulusan dengan nilai yang unggul.
Akhirnya, pendidikan kita akan menghasilkan manusia-manusia yang cakap dan tidak gagap dengan keadaan negerinya. - Oleh : Arif Saifudin Yudistira, Mahasiswa UMS, Presidium Kawah Institute Indonesia


Artikel ini dimuat pada Selasa, SOLO POS pada tanggal 1 desember 2009

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda