Buku Puisi Dan Do'a Penyair Joko pinurbo(Jokpin)
Oleh arif saifudin yudistira*)
Selamat ulang tahun buku/ anggap saja aku kekasih atau pacar naasmu/ panjang umur, cetak ulang selalu.[selamat ulang tahun buku].Membaca puisi jokpin seperti merapal do'a penyair. Penyair menyimpan do'a dan pujian pada buku yang pernah ditulisnya. Buku yang ditulis jokpin memang bukan buku pelajaran, melainkan buku kehidupan dia, mereka atau saya yang membacanya. Buku puisi adalah buku penyair, puisi adalah penyair, meminjam nobelis sastra tahun 90-an oktavio paz berujar penyair adalah puisinya, dalam puisi penyair ada disana. Maka buku-buku puisi jokpin adalah tubuh jokpin dan buku kehidupan dia.
Tapi untuk siapa dan untuk apa ia melahirkan buku puisi itu?. Untuk mengingatkan kembali tubuh yang cerewet, tubuh yang tak selalu bisa memakai celana, tubuh yang selalu rindu kekasihnya, tubuh yang rindu yesus, dan tubuh yang penuh canda, tubuh jokpin adalah tubuh manusia dengan segala humor dan segala kelucuannya yang tak pernah dan jarang ditangkapnya. Jokpin ingin menjelaskan dan mengajak, bacalah tubuhmu, maka akan kau temukan dirimu.Betapa jokpin tekun dan menggeluti tubuhnya hingga jadi puisi yang tak murahan, tak mudah, dan tak main-main. Simaklah betapa ia berdarah-darah membuat dan merampungkan buku puisinya : “kau bahkan tidak seperti dulu ketika aku berdarah-darah menuliskanmu”. Sebagaimana rapal do'a dan pujanya, buku puisi jokpin seperti doa yang dipanjatkannya. Buku kumpulan puisi dari tiga buku kumpulan puisinya diterbitkan kembali oleh gramedia pustaka utama 2007 : Celana,Pacar kecilku, dan dibawah kibaran sarung. Begitupun buku puisi “kekasihku dicetak ulang oleh omah sore(2010)”.
Puisi memberi diri dan mengucap arti, memuliakan penyair. Simaklah sajak yang meriwayatkan hal ini : Aku tidur berselimutkan uang/aku tidur berselimutkan uang/ ketika bangun tahu-tahu tubuhku sudah telanjang. Tubuhku sudah telanjang, penyair meriwayatkan keuntungannya, merayakan kerjanya, dan menggambarkan kebahagiaannya. Akan tetapi selimut yang menyelimutinya kemudian tiada ketika ia bangun, penyair ingin mengatakan bahwasannya uang tak patut menyelimuti terus menerus sementara tubuh dalam ketelanjangan. Tubuh tak patut diselimuti uang, melainkan cukup dikasih celana sebagai pakaian yang khas yang jadi pakaian tubuhnya.
Do'a Penyair
Ada dua judul yang secara tersirat bercerita tentang buku dalam kumpulan puisi jokpin yang berjudul “Telepon Genggam”(2003); yakni “buku” dan selamat ulang tahun buku”. Dua-duanya menceritakan betapa lugunya dan betapa bodohnya jokpin sebagai penyair. Ia barangkali ingin bercerita soal taktik bagaimana membaca buku yang ia peroleh dari buku loak yang sederhana sekali, kusut dan cenderung ditinggalkan tapi justru kaya makna. Buku dalam judul puisinya “buku” mengingatkan bahwa buku tak sekadar menyimpan memori dan ingatan yang membawa kita pada kesederhanaan dan kepapaan manusia, pembaca buku. Buku memberi arti pada sosok teman dan mengajarkannya pentingnya membaca buku. Melakoni laku membaca buku bukan sekadar aktifitas sederhana, melainkan aktifitas yang sulit, sampai-sampai jokpin menggambarkan sulitnya membaca buku melupakan membaca sosok isteri di malam pertama kawannya. Dan puisi ini diakhiri dengan keluguan, bahwa pembaca buku justru tak menemukan isteri yang sebenarnya, isteri menjelma jadi buku.
Di puisi yang kedua “Selamat ulang tahun buku” adalah do'a penyair yang merindukan dan mengenang buku yang sudah menjadi berkah dan penuh dengan catatan dan coretan dari berbagai pendapat orang. Buku puisi jadi pengingat dan doa tersendiri bagi penyair. Do'a penyair tak lain dan tak bukan adalah agar puisinya memberi makna bagi dirinya dan pembaca. Sebagai penghargaan akan buku puisinya, ia menghimpun ratusan komentar dalam blognya jokpiniana. Berbagai catatan dan coretan yang bingung mau ditaruh mana ditaruh dalam blognya sebagai memori kolektif, pengingat, dan wujud kebesaran bukunya yang digambarkan dalam puisinya : Maaf, aku tidak bisa kasih hadiah apa-apa / selain sejumlah ralat dan catatan kaki yang aku tak tahu akan kutaruh atau kusisipkan di mana. Sebab kau sudah pintar membaca /dan meralat dirimu sendiri.Do'a dari penyair menemui jawabnya, buku puisinya sudah jadi besar, dan sudah berulang tahun dengan cetak-ulang.
Buku puisi joko pinurbo meriwayatkan tubuhnya, dan juga do'a penyair yang membutuhkan amin dari para pembacanya. Amin dimaknai sebagai wujud relasional antara penyair dan pembaca yang berhasil menemui puisi-puisi jokpin sekaligus berhasil menemui buku kehidupan jokpin yang tak lain dan tak bukan adalah buku kehidupan kita juga.Yakni tubuh kita yang dihadirkan dengan berbagai warna.
*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, Bergiat di Pengajian Jumat Petang, Komunitas tanda tanya, dan presidium Kawah institute Indonesia.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda