Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Kamis, Desember 15, 2011

Celeng Degleng




Oleh arif saifudin yudistira*)

Jaman memang memiliki kisahnya sendiri-sendiri, bertutur sebagaimana riwayat yang ingin mereka ceritakan. Begitupun kisah sang pelukis ternama joko pekik yang dikenal dengan pelukis “satu milyar”. Nasibnya tak seburuk sebelumnya, miskin, melarat dan serba kekurangan. Semenjak lukisannya yang salah kedaden dianggap sebagai ramalan jaman yang akan datang, maka hebohlah tentang riwayat “jaman celeng” kemana-mana.

Celeng, adalah riwayat dan dongeng dari lukisan joko pekik, tanpa sadar pelukis “nggendhong bejo”. Tapi tak hanya keberuntungan yang datang, tapi penyesalan, kenapa celeng yang ada dalam lukisannya menjelma jadi riwayat di negerinya. Negeri-nya kali ini jadi negeri celeng karena lukisan yang dilukisnya”Indonesia 1998 berburu celeng”.

Celeng adalah simbolisasi penguasa, pejabat-pejabat yang melahap uang rakyat.Mereka adalah penguasa yang membuat rakyat melarat. Celeng-celeng itu membuat kita jadi sekarat.Sungguh mereka adalah bagian dari kaum laknat. Sudah tidak dikehendaki rakyat, tapi mereka berulah seperti pimpinan yang memperoleh mandate. Kejahatan mereka sudah terkuak,tapi mereka malah semakin nekad. Akal busuk mereka sudah terungkap, tapi malah menjadi mata gelap.Untuk mempertahankan kekuasaannya,mereka menggelapkan uang rakyat. Zaman sudah berubah, seharusnya mereka mundur. Mereka pandai mengulur-ulur,dengan mudahnya janji mereka diundur-undur. Mereka menyeruduk sana menyeruduk sini. Menyusup sana menyusup sini.

Begitulah sindhunata mengisahkan dunia celeng degleng yang ada dalam lukisannya joko pekik dalam buku “Tak entheni keplokmu,tanpa bunga dan telegram duka”(2001). Jaman sekarang lebih diidentikkan dengan riwayat dan ramalan jangka jaya baya sebagai jaman kalatidha, jaman edhan, sing ra edhan ra keduman, jaman gila yang tidak gila tidak kebagian. Maka jaman sekarang ibarat jaman di negeri celeng, makin lama mereka bingung setelah menangkap celeng, mereka pun bersepakat tapi kemufakatan itu adalah meneruskan perjalanan hidup mereka, meski salah.

Maka yang terjadi yah seperti dunia sekarang ini, keburukan jadi biasa dipertontonkan di muka rakyat, sebab rakyat sudah terbiasa dengan peristiwa yang semacam itu. Jaman celeng degleng, memang degleng tak hanya celeng-nya yang degleng, pimimpinnya degleng, rakyatnya degleng, dan semuanya jadi degleng.

Berburu Celeng

Kenapa celeng yang diburu?. Celeng identik dengan babi ngepet di jaman sekarang, babi ngepet diburu karena ia menyukai selokan dan lubang-lubang sanitasi, disanalah ia menyedot semua yang ada disekitarnya. Babi ngepet itulah yang merupakan symbol keserakahan, pencurian, perampokan, dan tak mati-mati.

Rakyat akan sangat senang ketika celeng ini musnah dan sirna dalam kehidupan manusia. Sebab watak serakah, ingin menang sendiri, serta merampok adalah hobi dari celeng, dan aneh nya celeng ini susah mati. Untuk menangkap celeng, rakyat harus berpuasa dan membersihkan diri. Celeng tetap saja susah ditangkap, ia hidup lagi menjelma menjadi celeng-celeng berikutnya, yah celeng sudah ada di hati rakyat-kita, cuek, dan membiarkan watak celeng ini ada dimana-mana.

Mereka sebenarnya menantikan satrio piningit yang hadir menyelamatkan mereka dari terror celeng. Tapi apa daya, satrio piningit ternyata adalah celeng juga, maka jaman sudah bicara, celeng deglenglah yang kini berkuasa, tanpa malu menyebut dirinya penguasa, merampas semua yang ada, meski dikritik oleh rakyatnya, ia sama sekali tak mendengarnya. Hartanya digunakan tak kenal puas untuk keluarganya. Sampai-sampai ia lupa dan tak berdaya menghadapi maut yang kian lama kian mendekat padanya.

Negeri Celeng

Siapa bisa melawan celeng degleng?. Negeri ini negeri celeng, perutnya besar dengan penuh makanan, apa-saja ia makan, bahkan tambang dan juga alam pun ia makan hingga tubuhnya begitu besar sampai menyentuh tanah. Maka perut celeng kalau tidur menyentuh tanah. Gigi celeng digambarkan dengan gigi indah dan taring yang indah, begitu senyum semua rakyat terkesima, padahal giginya itu hanya digunakan untuk menyeruduk siapa yang berani menghalangi keinginannya. Celeng punya enam susu, yang boleh ngemut yah hanya anak cucunya.

Si celeng hampir selesai masa kerjanya. Siceleng pun menggelar sayembara untuk mempersiapkan raja celeng berikutnya. Tapi siapa mau jadi raja celeng?. Calon-calon celeng kini ber-atraksi, berunjuk gigi pagi,siang, dan malam hari di layar-layar televisi. Nasib celeng benar-benar mujur, rakyat kini mudah ditipu dengan sekarung cerita tak jujur, bentar lagi celeng jadi raja, menindas sama seperti penguasa-penguasa berikutnya.



Degleng

Si celeng memang terlanjur degleng, si celeng belum mati hingga kini. Nafsu ketamakannya menjadi-jadi,dalam gelap hidup yang tak pasti. Meski celeng sudah tertangkap, justru jaman semakin gelap. Kini rakyat hanya bisa berharap,dan berdoa penuh harap.

Kini negeri jadi ngeri, penuh fitnah dimana-mana, musibah pun datang tak disangka-sangka. Kutukan jaman celeng sudah terlanjur menimpa, pada rakyat dan pemimpinnya. Jaman celeng sudah bukan cerita langka, rakyat sudah banyak jadi korbannya. Tapi apa daya tangan mereka, tak mampu melawan jaman yang sudah terlanjur mereka cipta. Lewat lukisan tak disengaja, celeng degleng mencipta cerita. Tapi siapa sangka siapa menduga, jaman celeng adalah jaman kita, yang diam-diam kita ada disana.





*) Penulis adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, presidium kawah institute indonesia

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda