Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Rabu, Oktober 12, 2011

Kampusku ; Masa depanku(bagian 1)

Jelang HUT UMS -53
Oleh arif saifudin yudistira*)


Dinamika intelektual mahasiswa yang menjadi cita-cita kita semua ternyata belum sepenuhnya maksimal, ini ditandai dengan lemahnya budaya kritik dan progressifitas dalam komunikasi antar elemen kelembagaan mahasiswa menjadikan kampus ini layaknya “kuburan akademik” yang lengkap dengan hantu-hantu dan artefak-artefak yang mengganggu pemandangan mata kita.

Hantu yang mengganggu itu adalah pesan-pesan bisu seperti “ stop plagiat”, “jangan injak rumput”, “ awas budaya tak tertib”, “visi-misi setiap fakultas kita”. Kita menjadi manusia-manusia yang lekas mati dan menjadikan itu berlalu begitu saja. Hantu-hantu itu bagi saya menjadi pemandangan yang mengganggu dan meneror saya melebihi terror bom bunuh diri. Apakah kemudian plakat-plakat dan pesan simbolik mencerminkan bahwa kita adalah manusia simbolis yang tak peka dengan pesan-pesan cultural kita, atau bahkan suara-suara yang ada di sekitaran kita.

Barangkali budaya akademik kampus kita sudah menunjukkan tanda-tanda kesuburan dalam transformasi, tapi tidak dalam budaya yang positif, melainkan negative. Lihatlah betapa transformasi itu berhasil ketika para mahasiswa baru dengan gaya nya datang di taman dengan gaya anak muda menghadap dunianya, yang menghidupkannya dan mematikannya. Facebook, kemudian twitter, searching=googling menjadi aktifitas mereka dalam menggarap makalah menjadi copy paste. Mereka kesulitan merangkai kata-kata, apalagi buku-buku referensi yang lengkap dan bahasa yang indah dalam makalah yang mencerminkan pemikiran mereka. Malas, yah itulah jawaban yang paling enak diajukan. Begitupun dosen kita malas meneliti karena “sibuk” dan tidak ada proyek penelitian, ya inilah yang sebenarnya dikutuk dalam plakat-plakat itu sebagai plagiatisme.

Bagaimana dengan para pendidik kita?

Pendidik kita adalah mereka yang fasih berpidato di dalam kelas-kelas seolah-olah kelas adalah alat pencucian otak mutakhir. Mengapa taman yang begitu indah dan subur yang mestinya jadi aktivitas akademik yang berkembang dan mempunyai daya yang dahsyat dalam meruntuhkan ruang yang tinggi dan gedung-gedung yang angkuh ini tak kunjung hadir di lingkungan kita. Atau sebaliknya, ruang public diisi dengan orasi-orasi yang mengganggu, dan membuat mahasiswa enggan atau merasa il feel dengan mereka yang heroic menampilkan dan mencoba menggerakkan dan menggairahkan kampus, tapi sayang kata-kata mereka tak rapi dan tak masuk dalam bahasa-bahasa kita(mahasiswa).Alhasil keluarlah kata-kata biasa, biasa demo, kata-katanya hidup rakyat!, hidup mahasiswa!,turunkan SBY!.

Apa itu salah? Tentu tidak, ruang demokratik harus kita hargai dan kita beri kebebasan penuh, sayang khotbah kita masih kalah dengan para hipokrit yang duduk di ruang kerjanya dan meneriakkan “mahasiswa mestinya lulus dengan score IP tinggi”, “ masa depan mahasiswa tidak boleh dikotori dengan kelulusan lama”, “jadi mahasiswa yang tertib”.Sungguh doktrin Daoed jusuf menjadi akrab di telinga kita. Meskipun demikian, kita pun belum menemukan alternative yang mencolok untuk mewujudkan kampus kita sebagai masa depan kita.

Masa depan?

Sulit rasanya menjadikan kampus sebagai masa depan kita. Selama kultur akademik, pertemuan budaya baca, tulis, kritik, sastra lisan atau tulis, juga budaya-budaya ekspresionisme anak muda belum terlihat dan Nampak di kampus kita. Mengapa kita tak mengubah segera cara berfikir kita, kampusku adalah rumahku, kampusku adalah tempat ku bertaruh seni, hidup dan kehidupanku di masa mendatang dengan berbagai pergulatan dan dinamikanya?.53 tahun UMS, akankah sama saja? Kampus, birokrasi, senat mahasiswa, senat universitas, sepertinya unsure-unsur diatas perlu rembug bareng untuk lekas sadar dan membahas “kampusku; masa depanku” atau sebaliknya “kampusku, penjaraku”???semoga tidak demikian.


*) Penulis adalah Pimpinan redaksi “Kawah media”,ikut menulis buku “manusia = puisi” 2011


Tulisan dimuat di koran pabelan UMS

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda