Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Kamis, Oktober 21, 2010

Ospek dan Nalar Militeristik


Oleh Arif saifudin yudistira*)


Nalar militer ternyata belum juga hilang dari pendidikan di negeri ini. Ospek menjadi wadah dan tempat yang kondusif untuk melestarikan kultur militer ini. Mahasiswa tak kunjung sadar bahwa kultur militer ini mengendap pada politik balas dendam dan mendidik pada mentalitas yang tak mendidik. Persoalan ini belum selesai hingga saat ini, ospek di beberapa perguruan tinggi masih diwarnai dengan bentak-bentakan, perploncoan, dan juga penyeragaman dan aneh-anehan yang tidak manusiawi. Tak hanya itu, mahasiswa baru yang idealnya bisa mengenal kampus dan dunianya lebih dekat, terganjal pada tugas-tugas yang tidak manusiawi, tidak filosofis, dan menjerumuskan. Tak heran, ospek hanya menjadikan mahasiswa baru sebagai objek dan balas dendam bagi angkatan lama. Pola-pola militer seperti ini sudah selayaknya disudahi.
Ospek yang bergaya militeristik ini pun seringkali dijadikan ajang bisnis dengan para pedagang asongan. Barang-barang seperti caping,tas kardus, balon, dan barang-barang aksesoris lain pun menjadi barang yang layak untuk dijadikan ajang bisnis. Kita patut curiga, barangkali ospek yang seperti ini memang ada orang-orang yang ingin melestarikan. Mahasiswa seringkali kehilangan alasan ketika ditanya apa motif dari semua ini?, apa alasan dari semua ini? yang berujung pada politik balas dendam. Pihak universitas pun sebagai pengelola seringkali dilematis ketika dihadapkan dengan ancaman para mahasiswa yang tidak mau mengurusi ospek ini, jika mahasiswa tidak diberi otoritas dan kewenangan lebih. Pihak universitas sering alpa dalam hal pengawasan, pemantauan, dan sering acuh tak acuh dan merasa tak punya kepentingan. Seringkali mereka abai dengan urusan seperti ini, yang penting agenda sosialisasi dan pengenalan akademik selesai, dianggap sukses. Tanpa tahu, dan sadar, bahwasannya ospek yang tak mendidik dan perploncoan berakibat fatal pada persoalan mentalitas dan mengendap pada politik balas dendam.
Persoalan mentalitas ini yang sebenarnya menjadi persoalan klasik dan substansial yang harus diselesaikan. Inu kencana seorang mantan dosen IPDN yang mengungkap kedok di almamaternya mengatakan :”gaya-gaya militeristik inilah yang justru berbahaya ketika nantinya mahasiswa jadi birokrat atau siapapun itu. Mentalitas menjilat pada atasan dan menindas dan menyiksa kepada bawahan inilah yang harus dihapuskan”. Hal ini nampak pada rasa dendam pada bawahan, rasa penyiksaan kepada angkatan bawah, dan takut sekali kepada angkatan atas. Tanpa sadar, mentalitas seperti ini mengendap bertahun-tahun bahkan menjadi kultur yang dibiasakan. Jika kultur seperti ini yang dibudayakan dalam institusi pendidikan, maka jangan heran birokrasi kita ke depan akan menjadi birokrasi yang penuh dengan patron-patron dan politik oligarki yang ia akan menjilat pada atasan atau penguasa, dan menindas rakyat miskin.Apakah kultur semacam ini yang kemudian ingin kita wariskan?, tentu tidak demikian.
Ospek semestinya menjadi nuansa akademikyang sejuk, yang memberikan mahasiswa baru pengenalan dunia kampus dan pengembangan kepribadian. Sudah semestinya mahasiswa baru dikenalkan dengan dunia mahasiswa. Dunia mahasiswa yang tidak hanya identik dengan mahasiswa kupu-kupu [kuliah pulang,kuliah-pulang]. Akan tetapi dunia mahasiswa adalah dunia imajinasi, dunia berekspresi, dan dunia yang penuh dengan dinamika yang tidak melepaskan diri dari realita. Idealnya, mahasiswa dikenalkan dengan budaya menulis dan membaca buku-buku sejarah, membaca buku-buku yang ilmiah yang semuanya bermanfaat pada pengembangan nalar kritis dan nalar akademik. Kegiatan ini bisa diwujudkan dengan baca bersama, menulis bersama, atau kompetisi-kompetisi yang diadakan selama proses orientasi. Sehingga aspek dan nilai-nilai yang mendidik yang lebih dikembangkan ketimbang bentak-bentakan yang tidak mendidik dan manusiawi.

Ajang narsisme dan balas dendam

Ospek yang diwarnai dengan perploncoan ini seringkali dijadikan sebagai ajang narsisme dan politik balas dendam semata. Pola-pola ini sering kita temukan dengan tugas-tugas yang sulit diterima nalar. Misalnya dengan foto-foto bersama bareng para pemandu ospek, tanda tangan, dan lain sebagainya. Ini menjadikan mahasiswa menjadi mati nalar kritisnya. Sehingga ketika pasca orientasi mahasiswa, yang sering muncul justru pacaran antara pemandu dengan mahasiswa baru, dan biasanya mereka takut pada birokrat kampus. Ketika nalar kritis dimatikan, maka kondisi yang muncul adalah kondisi yang nyaman, aman , dan tunduk pada aturan dan kebijakan yang diturunkan birokrat tanpa memandang perlu kritik yang membangun. Maka jangan heran, ketika kondisi mahasiswa saat ini sulit sekali diajak diskusi, sulit diajak demonstrasi menolak kenaikan SPP, dan lain-lain.
Ospek yang demikian, sejatinya tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai yang ada di pendidikan. Tugas pendidikan ialah memanusiakan manusia. Ketika pola-pola perploncoan yang berujung pada nalar kritis yang mati, mentalitas birokrat yang menindas, maka pendidikan akan kehilangan ruhnya. Bukankah tugas universitas adalah menjembatani dan menciptakan intelektual-intelaktual yang tidak melepaskan diri dari kepentingan masyarakat?. Bukankah salah satu isi tri darma perguruan tinggi adalah pengabdian kepada masyarakat?. Itu tidak mungkin terwujud, ketika gaya-gaya militeristik dan gaya-gaya orde baru masih diterapkan dan dilestarikan dilingkungan akademik kita. Maka sudah selayaknya pola-pola ospek yang tidak manusiawi dan identik dengan gaya perploncoan disudahi. Mahasiswa sudah selayaknya diperlakukan secara dewasa dan dikenalkan dengan dunia imajinasi, dunia idealisme yang penuh dengan mimpi-mimpi perubahan. Demikian.

*)Penulis adalah mahasiswa UMS, alumnus LITBANG PERS FIGUR UMS, bergiat di komunitas tanda Tanya


Tulisan dimuat di info ums JULI 2011

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda