Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Senin, Juni 06, 2011

Perempuan Mati Gaya???



Oleh arif saifudin yudistira

Hampir setiap tahunnya trend dan gaya perempuan berubah sesuai jamannya. Media massa pun mengiklankan diri untuk dijadikan referensi gaya bagi perempuan. Trend ini masih berlangsung hingga saat ini, sampai-sampai kita tak tahu sampai dimana kita akan berhenti menjadikan trend dan mode sebagai buku dan gaya perempuan-perempuan kita.

Trend ini pun muncul bak kamus dan buku yang bisa dijadikan referensi bagi perempuan kita. Ini bisa kita lihat di berbagai media cetak maupun elektronik. Mulai dari majalah, koran, tabloid, hingga siaran televisi dan radio pun ikut berlomba menarik perempuan dan memberikan referensi mutakhir “seperti apa” perempuan tampil di lebaran kali ini. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki produk pun ditawarkan. Mulai dari aksesoris kalung,gelang, hingga pakaian paling ngetrend pun juga menjadi godaan yang menggoda para perempuan kita untuk sama-sama bergaya di hari raya tahun ini. Tidak hanya itu, jilbab pun hadir dengan berbagai variasi jilbab mode atau lebih dikenal dengan jimod, jilbab seksi atau lebih dikenal dengan jisex, jilbab syar’i yang lebih dikenal dengan ji’syar dan lain-lain.

Kamus mode tersebut tidak hanya ada di pakaian semata, tetapi juga soal makanan dari snack hingga makanan kelas Mc Donalds. Al hasil, perempuan pun menjadi lengkap dengan segala yang ada di iklan dan di pasar. Lengkap sudah perempuan menjadi sosok peniru, sosok yang mengidentifikasi iklan, mengidentifikasi majalah, berguru pada televisi, dan lain-lain. Jean Paul Badrillard dalam bukunya masyarakat konsumsi mengatakan : “bahwasannya saat ini keinginan [want] sudah berubah menjadi kebutuhan [need]”. Sehingga apa yang nampak sebagai keinginan seolah-olah menjadi kebutuhan pokok yang harus dibeli. Maka perempuan pun menjadi sasaran yang cukup empuk untuk berbagai produk. Baik dari produk makanan, produk kecantikan, maupun gaya berpakaian.

Jebakan Iklan & Pasar

Perempuan melakukan itu semua akibat dari jebakan dan daya tarik iklan yang membius mereka untuk membeli, dan menikmati serta melakukan imitasi terhadap apa yang ada di iklan. Iklan memang menjadi alat yang represif untuk menteror, serta memaksa perempuan untuk melanggengkan masyarakat konsumsi. Melalui iklan itulah dimunculkan sosok artis idola, sosok yang semenarik mungkin yang bisa membius konsumen untuk tertarik dan membeli produk.

Dengan keterpesonaan itulah, perempuan sudah masuk dalam jeratan pasar yang melenakan. Pasar pun diciptakan di setiap bulan untuk menuruti kemauan dan hasrat bergaya, dan hasrat konsumtif. Dengan pasar inilah, diciptakan jebakan-jebakan seperti diskon, obral, dan lain-lain. Dengan rayuan diskon dan harga murah itulah, perempuan rame-rame berbelanja habis-habisan. Mumpung lagi diskon, mumpung lagi obral, begitulah kiranya. Tanpa sadar perempuan terjebak dan terlena dalam jebakan pasar tersebut, akhirnya yang diuntungkan tidak lain dan tidak bukan adalah pasar.

Mati gaya

Perempuanpun menjadi sosok yang lincah melakukan imitasi, dan identifikasi sesuai dengan apa yang diinginkan pasar. Maka tak heran, daya kreatifitas perempuan menjadi mati karena gaya hidup perempuan tidak lain adalah gaya tiruan. Tiruan dari buku iklan, tiruan dari media cetak, televise, dan lain-lain. Dengan demikian, perempuan kembali menjadi korban iklan, korban kapitalisasi, dan korban trend yang tak sadar mereka menjadi pribadi yang semu. Sebab tanpa gaya yang ada di televise, iklan, dan media lainnya perempuan akan menjadi pribadi yang hilang. Artinya, perempuan akan kehilangan kepercayaan dirinya dalam melakukan sesuatu hal. Baik dari aktifitas memasak, berpakaian, berias, dan lain-lain.

Oleh karena itu, sudah waktunya perempuan sadar dan mampu menciptakan pribadinya sendiri tanpa harus berguru pada trend dan mode yang ada pada media massa maupun elektronik. Sehingga perempuan menjadi pribadi yang mantap, kreatif, dan tetap percaya diri penuh dengan gayanya sendiri, dengan karakteristiknya sendiri. Sehingga perempuan tidak lagi menjadi korban iklan, trend, dan referensi gaya yang secara tidak langsung menipu, melenakan, dan menjebak perempuan menjadi pribadi yang hilang. Demikian.

*) Penulis adalah mahasiswa UMS, bergiat di komunitas tanda tanya UMS,dimuat di majalah pabelan APRIL 2011

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda