Agama dan
Belenggu Pemikiran
Oleh
arif saifudin yudistira*)
Diskusi
yang rencananya digelar dibalai soedjatmoko Acara diskusi yang menghadirkan tokoh feminis
asal Kanada, Irshad Manji, gagal digelar setelah diprotes Laskar Umat Islam
Surkarta (LUIS), Kamis (3/5/2012). Semula diskusi ini akan digelar pada tanggal
8 Mei 2012 di Balai Soedjatmoko, Gramedia, Solo. LUIS menganggap Irshad Manji
sebagai tokoh feminisme yang memusuhi Islam dan pro dengan paham lesbianisme,
liberalisme dan feminisme. "Bisa kita lihat dalam bukunya yang berjudul the Trouble with Islam,
dan dia menyetujui hubungan sesama jenis yang dalam Islam harus
ditentang," kata Edi Lukito, Ketua LUIS. (kompas.com,3/5/12).
Bagiku agamaku bagimu
agamamu(Al-kaafiruun : 6). Ada ketegasan dalam al-qur’an. Pilihan dan hak asasi
manusia adalah memilih keyakinan dan untuk beragama. Agama kini sudah tak
murni, pendapat ini mungkin disengkal dengan berbagai pernyataan keras. Agama
yang ada kini diterjemahkan, diinterpretasikan, dan dipertentangkan. Ide-ide,
pemikiran adalah perintah agama.
Iman adalah fondasi dari kita beragama.
Maka orang yang beriman mesti memadukan
antara kekuatan dan karunia akal kita untuk menafsirkan agama. Tafsir itulah
yang dengan begitu banyak persepsi menimbulkan berbagai perbedaan dan kadang
konflik.
Agama di negeri ini seringkali tak lagi
menunjukkan betapa dewasanya masyarakat kita. Kekerasan cenderung dipilih
daripada dialog. Saya sebagai muslim mengilhami pesan damai islam. Kita mesti
memahami bahwa agama kita di jaman akhir akan terpecah dalam 73 golongan. Dan
hanya satu golongan yang lurus. Maka tak heran, muncul berbagai kelompok yang
menggunakan agama sebagai pegangannya tapi cara dan prakteknya berbeda. Kita
mengenal istilah islam kanan dan islam kiri. Dari golongan islam versi
fundamentalisme, sampai pada islam radikalisme, dan islam reformis.
Maka tak heran, Indonesia adalah tempat
paling subur dalam menerima dan tempat asimilasi dan akulturasi sekte, agama,
hingga kelompok-kelompok agama. Perbedaan itu mestinya adalah rohmah, sayang
tak setiap individu, kelompok, hingga organisasi keagamaan dewasa dan jernih
menghadapi ini. Kita mengenal budaya sinkretis inilah yang mampu membuat islam
mudah diterima dengan masyarakat jawa dan juga budaya masyarakat hindu pada
waktu itu. Sejarah mengajarkan kita bahwa tradisi mestinya tak bertentangan
dengan agama. Agama islam pun mengakui tradisi millah Ibrahim dan
mensyariatkannya dalam idul adha, idul qurban. “Seandainya nabi Ibrahim itu orang muhammadiyah, pasti tidak ada idul
qurban sampai saat ini, karena idul qurban kan diwahyukan melalui mimpi, lah
orang muhammadiyah kan tidak percaya mimpi”(MT.arifin dalamdiskusi).
Satire
itu seperti menegaskan, bahwa entah muhamamdiyah atau organisasi islam yang
lain, perlu kiranya belajar dari Rosululloh Muhammad SAW. Siroh nabawiyah yang
ditulis ulama Syafiyyurahman Al-Mubarakfuri, kita
memahami bahwa Rosululloh sangat elegan dan sangat bijak menghadapi umat kafir.
Dialog dan pemikiran yang tegas adalah solusi yang perlu dikedepankan.
Dialog
dan musyawarah itu yang mencerminkan bahwa Islam itu tetap tinggi dan tidak ada
yang meninggiinya. Dengan dialog itulah kita tak hanya mencerdaskan dan
mencerahkan public melalui kesadaran kritisnya.
Bila upaya diskusi dan dialog
melalui forum akademik (al-il’mi) sudah dibendung dengan upaya-upaya penolakan,
maka islam akan dipandang kerap dengan nilai-nilai kekerasan dan juga tak
identik dengan perdamaian.
Belenggu pemikiran
Menutup diri dari diskusi keilmuan dan
dialog bukan hanya mengkerdilkan umat islam itu sendiri. Melainkan juga
menandai bahwa islam sudah mundur jauh. Sukarno pernah mengatakan : ”Islam itu harus berani mengejar zaman, bukan seratus tahun, tapi seribu
tahun Islam ketinggalan zaman, Kalau Islam tidak mampu buat mengejar seribu
tahun itu,niscaya ia akan tetap hina dan mesum. Bukan kembali pada zaman
kekhalifahan,tetapi lari ke muka,mengejar zaman – itulah satu-satunya jalan
menuju gilang kembali” ( Soekarno
). Ungkapan sukarno itu ternyata hadir kembali di jaman saat ini.
Dulu, di masa pra kemerdekaan perang ideologi dan perang pemikiran sudah sering
terjadi. Hingga sukarno terpojok dan mengatakan : ”sesungguhnya bila kalian tengok hati saya terdalam adalah islam”. Jadi
ketika umat islam sendiri lebih mengedepankan otot daripada otak, atau lebih
mengedepankan kekerasan tapi daripada pikiran dan dialog, maka umat islam
tersebut berarti tak mengilhami kembali pesan Rosululloh,SAW.
Dialog dan tukar pemikiran yang baik akan menjadikan kita kaya khasanah
tanpa harus menjadikan kita jadi berubah atau keluar dari prinsip-prinsip kita.
Pemikiran feminisme dan liberalisme yang kini di dunia kontemporer ramai
diperbincangkan perlu direspon oleh pemikir islam tak hanya di barat tapi juga
di timur. Bila indonesia kedatangan irshad manji kemudian geram dan berdialog
dan menghadirkan pemikir islam solo atau indonesia pada umumnya itu justru
menggembirakan. Tapi ketika dengan datangnya irshad manji kemudian ditolak
dengan alasan ia pemikir islam liberal, maka itu tak menghargai dialog dan
diskusi.
Itulah mengapa islam mempertinggi derajat orang yang berilmu tinggi. ”Alloh akan mempertinggi derajat orang
berilmu beberapa derajat”(al hujarat 11).Sayang pesan Al-qur’an ini belum
begitu membumi. Sehingga kehadiran pemikir islam barat lebih sering dihadang
dengan pendapat dan opini diluar dan bahkan lebih keras lagi dengan penolakan
ekstrim. Upaya demikian tak lain adalah upaya yang keluar dari jalur agama. Dan
yang pasti justru membelenggu pemikiran kita sendiri. Maka menanggapi penolakan
Irshad manji menunjukkan agama ternyata lebih berkesan membelenggu daripada
membebaskan dan memerdekakan. mengutip ulil absar abdala : ”Iman yang kuat tak
akan takut pada keraguan. Iman yang dangkal dan dogmatis selalu was-was pada
pertanyaan dan keragu-raguan”.
*)Penulis adalah
Aktifis IMM SOLO
Belenggu pemikiran
*)Penulis adalah
Aktifis IMM SOLO
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda