Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Sabtu, Mei 19, 2012



Agama dan Belenggu Pemikiran

Oleh arif saifudin yudistira*)
 
Diskusi yang rencananya digelar dibalai soedjatmoko Acara diskusi yang menghadirkan tokoh feminis asal Kanada, Irshad Manji, gagal digelar setelah diprotes Laskar Umat Islam Surkarta (LUIS), Kamis (3/5/2012). Semula diskusi ini akan digelar pada tanggal 8 Mei 2012 di Balai Soedjatmoko, Gramedia, Solo. LUIS menganggap Irshad Manji sebagai tokoh feminisme yang memusuhi Islam dan pro dengan paham lesbianisme, liberalisme dan feminisme. "Bisa kita lihat dalam bukunya yang berjudul the Trouble with Islam, dan dia menyetujui hubungan sesama jenis yang dalam Islam harus ditentang," kata Edi Lukito, Ketua LUIS. (kompas.com,3/5/12).

            Bagiku agamaku bagimu agamamu(Al-kaafiruun : 6). Ada ketegasan dalam al-qur’an. Pilihan dan hak asasi manusia adalah memilih keyakinan dan untuk beragama. Agama kini sudah tak murni, pendapat ini mungkin disengkal dengan berbagai pernyataan keras. Agama yang ada kini diterjemahkan, diinterpretasikan, dan dipertentangkan. Ide-ide, pemikiran adalah perintah agama. 
Iman adalah fondasi dari kita beragama. Maka  orang yang beriman mesti memadukan antara kekuatan dan karunia akal kita untuk menafsirkan agama. Tafsir itulah yang dengan begitu banyak persepsi menimbulkan berbagai perbedaan dan kadang konflik.
              Agama di negeri ini seringkali tak lagi menunjukkan betapa dewasanya masyarakat kita. Kekerasan cenderung dipilih daripada dialog. Saya sebagai muslim mengilhami pesan damai islam. Kita mesti memahami bahwa agama kita di jaman akhir akan terpecah dalam 73 golongan. Dan hanya satu golongan yang lurus. Maka tak heran, muncul berbagai kelompok yang menggunakan agama sebagai pegangannya tapi cara dan prakteknya berbeda. Kita mengenal istilah islam kanan dan islam kiri. Dari golongan islam versi fundamentalisme, sampai pada islam radikalisme, dan islam reformis.
          Maka tak heran, Indonesia adalah tempat paling subur dalam menerima dan tempat asimilasi dan akulturasi sekte, agama, hingga kelompok-kelompok agama. Perbedaan itu mestinya adalah rohmah, sayang tak setiap individu, kelompok, hingga organisasi keagamaan dewasa dan jernih menghadapi ini. Kita mengenal budaya sinkretis inilah yang mampu membuat islam mudah diterima dengan masyarakat jawa dan juga budaya masyarakat hindu pada waktu itu. Sejarah mengajarkan kita bahwa tradisi mestinya tak bertentangan dengan agama. Agama islam pun mengakui tradisi millah Ibrahim dan mensyariatkannya dalam idul adha, idul qurban. “Seandainya nabi Ibrahim itu orang muhammadiyah, pasti tidak ada idul qurban sampai saat ini, karena idul qurban kan diwahyukan melalui mimpi, lah orang muhammadiyah kan tidak percaya mimpi”(MT.arifin dalamdiskusi). 
             Satire itu seperti menegaskan, bahwa entah muhamamdiyah atau organisasi islam yang lain, perlu kiranya belajar dari Rosululloh Muhammad SAW. Siroh nabawiyah yang ditulis ulama  Syafiyyurahman Al-Mubarakfuri, kita memahami bahwa Rosululloh sangat elegan dan sangat bijak menghadapi umat kafir. Dialog dan pemikiran yang tegas adalah solusi yang perlu dikedepankan. 
Dialog dan musyawarah itu yang mencerminkan bahwa Islam itu tetap tinggi dan tidak ada yang meninggiinya. Dengan dialog itulah kita tak hanya mencerdaskan dan mencerahkan public melalui kesadaran kritisnya. 
Bila upaya diskusi dan dialog melalui forum akademik (al-il’mi) sudah dibendung dengan upaya-upaya penolakan, maka islam akan dipandang kerap dengan nilai-nilai kekerasan dan juga tak identik dengan perdamaian.
 
Belenggu pemikiran


         Menutup diri dari diskusi keilmuan dan dialog bukan hanya mengkerdilkan umat islam itu sendiri. Melainkan juga menandai bahwa islam sudah mundur jauh. Sukarno pernah mengatakan : Islam itu harus berani mengejar zaman, bukan seratus tahun, tapi seribu tahun Islam ketinggalan zaman, Kalau Islam tidak mampu buat mengejar seribu tahun itu,niscaya ia akan tetap hina dan mesum. Bukan kembali pada zaman kekhalifahan,tetapi lari ke muka,mengejar zaman – itulah satu-satunya jalan menuju gilang kembali” ( Soekarno ). Ungkapan sukarno itu ternyata hadir kembali di jaman saat ini. Dulu, di masa pra kemerdekaan perang ideologi dan perang pemikiran sudah sering terjadi. Hingga sukarno terpojok dan mengatakan : ”sesungguhnya bila kalian tengok hati saya terdalam adalah islam”. Jadi ketika umat islam sendiri lebih mengedepankan otot daripada otak, atau lebih mengedepankan kekerasan tapi daripada pikiran dan dialog, maka umat islam tersebut berarti tak mengilhami kembali pesan Rosululloh,SAW.
Dialog dan tukar pemikiran yang baik akan menjadikan kita kaya khasanah tanpa harus menjadikan kita jadi berubah atau keluar dari prinsip-prinsip kita. Pemikiran feminisme dan liberalisme yang kini di dunia kontemporer ramai diperbincangkan perlu direspon oleh pemikir islam tak hanya di barat tapi juga di timur. Bila indonesia kedatangan irshad manji kemudian geram dan berdialog dan menghadirkan pemikir islam solo atau indonesia pada umumnya itu justru menggembirakan. Tapi ketika dengan datangnya irshad manji kemudian ditolak dengan alasan ia pemikir islam liberal, maka itu tak menghargai dialog dan diskusi.
Itulah mengapa islam mempertinggi derajat orang yang berilmu tinggi. ”Alloh akan mempertinggi derajat orang berilmu beberapa derajat”(al hujarat 11).Sayang pesan Al-qur’an ini belum begitu membumi. Sehingga kehadiran pemikir islam barat lebih sering dihadang dengan pendapat dan opini diluar dan bahkan lebih keras lagi dengan penolakan ekstrim. Upaya demikian tak lain adalah upaya yang keluar dari jalur agama. Dan yang pasti justru membelenggu pemikiran kita sendiri. Maka menanggapi penolakan Irshad manji menunjukkan agama ternyata lebih berkesan membelenggu daripada membebaskan dan memerdekakan. mengutip ulil absar abdala : Iman yang kuat tak akan takut pada keraguan. Iman yang dangkal dan dogmatis selalu was-was pada pertanyaan dan keragu-raguan”.

 


*)Penulis adalah Aktifis IMM SOLO
 


  

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda