Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Senin, September 14, 2009


Sakralitas itu telah Usai
Oleh arif saifudin yudistira*)

Manusia adalah permasalahan begitulah kata ali shariati seorang tokoh pergerakan & intelektual iran mendiskripsikan manusia. Deskripsi ini bukan tanpa alasan, sebab kaum sebelum adam memang hanya membuat permasalahan, diantaranya membunuh dan merusak saja.
Oleh karena itu secara historisitas agama diciptakan untuk mengatasi sebuah permasalahan ini, yakni permasalahan manusia. Pergeseran dan dinamika zaman menuntut agama harus relevan dengan dialektika dan dinamika itu.
Islam adalah salah satu dari agama yang sakral dan relevan,serta berani memperbincangkan hal ini. Serta berani menguji bagaimana kemudian kitab al-qur’an relevan dengan dinamisasi dan perubahan zaman.
Melalui ibadah, perbincangan dan dialektika kesesuaian kitab dengan zaman ini di pertemukan. Ibadah merupakan sarana bagaimana kemudian agama mengatasi permasalahan tadi, salah satunya mengatasi serta mengatur manusia.
Ibadah selain merupakan sarana bagaimana seseorang yang beragama bisa berhubungan dengan Tuhannya juga merupakan manifestasi dari kepasrahan hamba pada pencipta-Nya. Hubungan intim ini merupakan suatu hal yang sangat privat. Sebab dalam ibadah hanya seorang hamba dan Khaliq lah yang tahu.
Pergeseran zaman menuntut adanya perkembangan dinamika sosial dalam kehidupan manusia modern. Pemaknaan tentang hakikat ibadah dalam keintiman dan keskralan pun kini mulai berubah.
Manusia mulai mencipta tata cara dan dunia baru dalam pemaknaan ibadah tadi. Tidak hanya itu,teknologi pun kini dicipta manusia sebagai sarana dan wahana untuk memanifestasikan hubungan intim itu.
Era cyber begitu pelak dan menawarkan alternatif solusi maupun alternatif masalah baru dalam dinamika penafsiran tentang pemaknaan ibadah tadi. Inovasi pun diciptakan manusia demi mewujudkan kepuasan dan kedekatan dalam praktek kekhusukan ibadah tadi.
Sebut saja fenomena yang lagi ngetrend saat ini. Munculnya SMS RELIGI {baca : REG spasi SHALAT, REG spasi DOA, REG spasi ADZAN,dll} dengan dalih ibadah pun menjadi mode dan model ibadah dalam konteks modernitas. Dialektika dan diskusi ini pun seperti tak pernah rampung&membingungkan.
Ibadah tidak lagi menjadi hubungan privat dan intim antara hamba dengan Khaliq akan tetapi mengalami perluasan makna dan interaksi yang tak terpisahkan pada aspek lain. Aspek bisnis, kapitalisasi,dan lain-lain.
Absurditas pun muncul dalam tanya dan dialektika zaman. Apakah ibadah bisa tercampur dengan spirit bisnis dan kapitalisasi?. Hp menjadi simbol dan sarana itu. Handphone pun seolah-olah menggantikan sakralitas itu. Hubungan ibadah bukan lagi menjadi hubungan antara manusia dengan khaliq akan tetapi berubah menjadi hubungan antara benda elektronik dengan sang khaliq.
Membaca al-kitab, melafalkan adzan, hingga do’a-do’a berubah menjadi aktifitas benda mati yang senantiasa dilakukan setiap harinya oleh benda bernama handphone. Pertanyaannya kemudian dimanakah ibadah manusia???. Apakah kemudian dengan elektronik tadi bisa menggantikan makna ibadah kita dengan sang khaliq???.

Belum lagi kemudian al-kitab yang tidak mungkin bisa memasuki toilet, dengan mudahnya bisa dibawa kemana-mana hingga sakralitas al-kitab itu pun tidak terasa lagi yang menjelma dalam benda bernama handphone.
Akhirnya sakralitas pun menjadi hal absurd di zaman modern ini. Sakralitas ini menjadi perbincangan penting bagi kita yang masih percaya akan sakralitas agama. Sebab agama tentu punya etik sendiri dalam membuat standar sakralitas tadi, tanpa mengesampinglkan peran teknologi dalam membantu dakwah manusia.
Ibadah adalah ibadah. Ibadah bukan hanya nuansa pelaksanaan kewajiban, maupun sekedar rutinitas yang kemudian digantikan dengan benda elektronik. Aktifitas adzan, aktifitas mengaji, serta aktifitas membaca do’a adalah aktifitas yang kemudian dikerjakan manusia sebagai bagian dari praktek ibadah.
Dimanakah letak sakralitas, dimanakah letak ruang prifat, dimanakah kemudian letak sebuah amal ketika tergantikan dengan benda mati???. Pun kampanye untuk menghilangkan sakralitas ibadah ini didukung dengan fihak korporasi yang begitu dahsyat.
Sebut saja salah satu iklan pada salah satu produk hape dengan konten lengkap. Adzan, tadarus , jadwal shalat, al-qur’an, serta konten do’a-doa seharian. Konten-konten itu tidak gratis, akan tetapi bayar beserta hapenya. Ibadah kemudian menjadi hal yang begitu naif dan nista seperti sebuah produk yang kemudian layak dijual{baca : komoditi}. Suara syekh dari arab pun seolah-olah menambah betapa religinya atau betapa khusuknya ibadah itu.
Padahal secara sadar atau tidak, kita sudah mereduksi, mendekonstruksi, dan merampungkan makna sakralitas ibadah itu sendiri. Manusia modern sudah usai dalam melakukan ibadah, sebab ibadah sudah tergantikan oleh makhluk lain yaitu teknologi. Sehingga makin jelas, sakralitas itu kian lama kian usai.
Sehingga efek ibadah saat ini kian tidak membekas, kian tidak bermakna, dan kian kontras dengan perilaku manusia modern. Sakralitas itu telah usai, digantikan dengan teknologi,demikian.





























Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda