Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Kamis, Oktober 21, 2010

Perempuan; Sosok yang lain

Oleh Arif saifudin yudistira*)

Kata “perempuan” adalah kata yang belum usai hingga saat ini. Karena pada dasarnya,”perempuan” adalah kata yang tidak hanya untuk kaum perempuan saja. Kata “perempuan “ bisa jadi adalah konstruk yang dibangun oleh filsafat, konstruksi keilmuan, konstruksi kuasa, dan konstruksi agama yang digunakan untuk melegalkan penindasan terhadap perempuan.

Terbukti, sampai saat ini perempuan secara realita, selalu menempati posisi yang tidak menguntungkan. Baik dalam ranah public, maupun dalam ranah keluarga. Perempuan akan mengalami nasib yang kalah, dalam ranah public. Sebab disini, dominasi lelaki tetap saja ada dan mau tidak mau perempuan harus menerimanya. Selain itu, dalam keluarga, istilah pembedaan patriarki dan matriarki tetap saja tidak berpengaruh terhadap posisi perempuan sebagai makhluk yang berhak diposisikan sejajar.
Misalnya dalam system matriarki, perempuan dihadapkan pada hal yang dilematis.

Meskipun ia mendominasi dan berkuasa terhadap masalah harta dan pengambilan keputusan, tetapi ia tidak bisa melepaskan diri dari belenggu hasrat seksualitas yang mengakibatkan ia terjepit. Sebab laki-laki bisa memanfaatkan ini dengan ancaman cerai, ataupun poligami yang menjadikan perempuan terpaksa harus mengalah lagi.
Laki-laki adalah subjek, sang absolut-perempuan adalah sosok yang lain. Dengan kata lain, perempuan sebagai sosok yang lain dimaknai sebagai suatu kondisi perempuan dimana dia harus mengakui posisinya sebagai sosok yang terpisah dan harus mengakui posisi laki-laki sebagai sosok yang dominan. Hal ini dikarenakan perempuan sebagai sosok yang memperjuangkan kesetaraan terhadap laki-laki seringkali juga mengakui dan pasrah terhadap perlakuan dan penindasan yang ada.

Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kondisi dan sikapnya. Akan tetapi bisakah perempuan menerima dominasi yang sudah berjalan bertahun-tahun untuk melakukan perubahan?. Penindasan terhadap perempuan bukanlah sesuatu yang berjalan tanpa dukungan dari ketidaksadaran perempuan.
Ketidaksadaran perempuan ini menjadi wajar akibat konstruksi budaya, konstruksi kuasa, konstruksi media yang secara tidak sadar telah melindungi dan menjadikan ketidaksadaran perempuan menjadi budaya. Misalnya, perempuan jika menuliskan kisahnya atau sesuatu tentang perempuan, dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa, dipuji, dan dihargai. Akan tetapi, jarang sekali laki-laki menuliskan sesuatu tentang laki-laki, atau laki-laki merasa tidak perlu menuliskan sesuatu tentang dirinya.

Pengakuan semu

Dalam hal lain, misalnya dalam ranah politik dan industry. Dalam ranah politik, persamaan dan kesetaraan terhadap perempuan tetap saja belum bisa dilaksanakan. Bahkan seolah-olah perempuan menjadi objek dan alat politisi untuk memenangkan pilkada, untuk memperbesar citra, dan lain sebagainya. Ini menjadikan peran perempuan dalam ranah politik hanya sekedar symbol semata.
Begitu juga dalam ranah industri. Dalam ranah industri, perempuan sulit untuk memasuki posisi paling penting. Seringkali perempuan di stereotipkan dengan masalah kapasitas yang lemah, kurang tegas, dan juga perempuan tidak layak memimpin seperti dalam dalil agama.
Pengakuan eksistensi perempuan seringkali hanyalah sesuatu yang semu semata. Kita bisa melihat hal ini dalam dunia iklan, dalam dunia politik, maupun dalam ranah keluarga. Dalam ranah iklan, kita sering mendengar bahwa dengan memanfaatkan perempuan sebagai objek iklan berarti mengangkat perempuan setara, meski harus mengeksploitasi tubuhnya untuk kepentingan capital.
Konstruksi ilmu pun sepertinya juga belum mengatakan bahwa perempuan adalah sosok yang setara. Feminisme, gender, adalah konstruk yang secara tidak sadar menjadikan perempuan sebagai sosok yang lemah, tertindas, dan perlu dibela. Simon de behauvoir mengatakan : “Perjuangan kaum perempuan tidak pernah lebih dari sekedar agitasi simbolis, mereka hanya memperoleh apa yang diberikan oleh kaum laki-laki; mereka tidak mengambil apa-apa mereka hanya menerima”. Artinya, perjuangan pembebasan perempuan akan menjadi omong-kosong belaka, selama perempuan tidak mau mengorganisir diri, melakukan aksi nyata untuk diri dan kaumnya. Tidak hanya itu, wacana kesetaraan gender, persamaan peran, dan isu-isu feminisme seringkali hanya sekedar wacana yang seolah-olah membuat perempuan lebih bebas, lebih terangkat, dan lain sebagainya.

Keteguhan Prinsip

Oleh karena itu, perjuangan pembebasan perempuan membutuhkan keteguhan prinsip, kejelasan sikap, serta konsistensi dari kaum perempuan. Sebab selama ini, perempuan masih samar dalam menentukan sikap. Pada satu sisi ia melakukan perlawanan terhadap dominasi peranan laki-laki, terhadap penindasan structural maupun cultural. Akan tetapi pada sisi yang lain, perempuan mengakui dominasi lelaki, rela menjadikan dirinya sebagai objek capital. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh seorang feminis abad tujuh belas Poula de la Barre : “Apa saja yang pernah ditulis laki-laki mengenai perempuan harus dicermati, karena laki-laki berperan sebagai hakim sekaligus penuntutnya”.
Perempuan akan tetap menjadi sosok yang lain. Karena pada satu sisi, ketika ia mencoba keluar dari keterkungkungan dan mencoba menjadi subjek, ia terbentur oleh sumberdaya yang ada, lingkungan, masyarakat, dan lain-lain. Pertanyaannya kemudian, mungkinkah gerakan pembebasan perempuan dilakukan di tengah keterbatasan sumber daya, di tengah realita yang ada? ketika perempuan tidak mau dikatakan sebagai sosok yang lain, melainkan sosok yang setara dan sejajar dengan kaum laki-laki. Begitu.

*)Penulis adalah Pendiri komunitas tanda Tanya, belajar di Universitas Muhammadiyah Surakarta

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda