Kawah Institute Indonesia

Pusat Studi dan Pembelajaran Generasi revolusioner

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Solo, Central Java, Indonesia

Kawah Institute adalah Lembaga independen yang senantiasa berusaha untuk bersama-sama menjadikan tempat ini sebagai pusat studi dan pembelajaran generasi revolusioner,bertujuan agar senantiasa terjadi perubahan secara radikal, sistematis, serta terencana {Revolusi}

Rabu, Januari 05, 2011

Revolusi Setengah Hati

Oleh Arif saifudin yudistira*)

Pada tanggal 29 /11 /2010 Wali kota solo mewacanakan “ solo butuh revolusi budaya” di Koran SOLO POS. Wacana wali kota ini mendapatkan respon dan tanggapan dari masyarakat solo. Wali kota menginginkan solo menjadi kota yang tidak kehilangan ruh dan karakteristiknya meski dihadapkan dengan permasalahan globalisasi dan modernitas.
Harapan wali kota solo ini mendapatkan berbagai kritik dan polemic yang berkembang di masyarakat solo. Pasalnya, wali kota dinilai hanya menempatkan warga solo hanya sebagai penonton dan objek ketika event-event yang mengangkat image kota solo yang terkesan klise. Seperti SBC{Solo Batik Carnival}, SIEM, SIPA, dan lain sebagainya. Revolusi yang diangkat jokowi pun dinilai tidak mendasarkan diri pada realita dan konteks yang ada. Baik pada pola budaya masyarakat juga bagaimana pemerintah menumbuhkan dan menghidupi budaya kotanya.
Yang cenderung muncul saat ini adalah politik pencitraan yang menampilkan permukaan tanpa melihat lebih dalam bagaimana substansi dan esensi dari pengembangan budaya kota. Kritik yang disampaikan warga solo melalui diskusi perkotaan di balai sudjatmoko perlu dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah kota solo. Kita perlu mengapresiasi niat baik wali kota, akan tetapi kritik pada pengembangan kebudayaan desa dan ekonomi desa perlu diperhatikan secara serius.
Strategi penataan pasar dan tempat-tempat budaya yang diunggulkan wali kota memang hal yang positif seperti pembangunan city walk, Koridor Ngarsopuro, Taman Air Tirtonadi dan Sekartaji, rehabilitasi-renovasi pasar-pasar tradisional, revitalisasi Taman Balekambang, serta pemasangan topeng-topeng panji di sudut-sudut kota .
Akan tetapi penghilangan dan perubahan ruang yang mengandung cagar budaya menjadi permasalahan tersendiri. Sebab penataan sebagus apapun, ketika menghilangkan nilai cagar budaya akan percuma. Memang budaya mencintai lingkungan, budaya mencintai kebersihan yang hendak dicita-citakan jokowi bagus, tetapi ketika melakukan permbersihan benda bercagar budaya, ini yang perlu kita koreksi. Selain itu,yang lebih substansial adalah belum adanya program yang mendukung dan mengarah pada kegiatan mencintai kota dan budaya kota. Event-event pagelaran budaya, menjadi minim diminati tanpa branding “international”.
Wali kota memang merasakan kegelisahan yang serius pada pola budaya generasi muda dan pola budaya masyarakat kita yang cenderung tanpa unggah-ungguh dan meninggalkan budaya jawa dalam arti penguasaan bahasa dan juga berupa seni budayanya. Termasuk juga kemampuan dalam memahami dan menguasai bahasa jawa. Generasi muda kita semakin kurang menguasai bahasanya sendiri yaitu bahasa jawa.
Begitupun dengan pola-pola budaya individualistic, hedonisme, dan lunturnya kesantunan dan adat jawa yang mengakibatkan generasi muda kita menjadi generasi yang hilang dari akar budayanya.
Ironi
Ketika wali kota merasakan kegelisahan yang luar biasa terhadap kultur dan nilai-nilai luhur budaya solo yang mulai hilang, tetapi pada sisi lain kebijakan wali kota pun mendukung pada upaya yang mengarah kepada pengikisan nilai-nilai budaya wong solo. Hal ini nampak pada pemberian IMB kepada bangunan-bangunan seperti Solo center point, Mall-mall besar, solo paragon, dan bangunan lain yang mencerminkan budaya asing.
Maka yang muncul adalah budaya kota yang dibangun dengan konsep asing, yang menerabas nilai-nilai local dan menumbuhkan budaya-budaya materialistis, individualistis, bahkan hedonis. Tidak salah menjual kota dengan event-event budaya dan karakteristik local masyarakat solo, akan tetapi yang terjadi selama ini justru melindungi investor-investor masuk ke solo dengan enaknya, tanpa mempertimbangkan efek cultural dari kebijakan tersebut yang berakibat fatal pada hilangnya nilai-nilai adi luhung budaya solo.
Begitu juga dengan strategi ekonomi yang dibangun wali kota. Kita boleh welcome terhadap investor, akan tetapi perlu ada aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah kota, supaya investor tidak menganggu jalannya ekonomi kerakyatan yang sudah tumbuh dan berkembang selama ini. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan secara serius jangan sampai kegiatan investor yang ada justru menimbulkan permasalahan lingkungan. Sebab, yang ada saat ini, pemerintah kota solo begitu mudah memberikan AMDAL dan ijin mendirikan bangunan{IMB}tanpa perhatian ke depan dalam mengawal ijin-ijin tersebut. Sehingga, banyak perusahaan yang tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan perusahaannya terhadap lingkungannya.
Faktor lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah kota solo adalah bagaimana membangun konsep pendidikan yang berkarakter local solo. Dalam bidang pendidikan ini, perlu kiranya semacam konsep yang mensinergikan antara budaya dengan pengembangan ekonomi masyarakat. Seperti batik, seni traditional, tari traditional. Selain itu pemerintah juga harus memberikan kesempatan yang lebih luas kepada sekolah untuk berintegrasi dengan kesenian masyarakat, sehingga kesenian dan budaya yang diharapkan menjadi identitas cultural kota tetap hidup dan berkembang.
Dengan demikian, revolusi budaya yang disuarakan wali kota bukan hanya semacam iktikad baik dan niat yang sia-sia, ketika diimbangi dengan praktek dan kerja nyata semua elemen masyarakat solo. Strategi branding dan kerjasama investor tetap sesuatu hal yang penting, akan tetapi jangan sampai merisaukan para pelaku ekonomi local dan traditional. Selain itu, jangan sampai pola-pola pembangunan yang ada justru mendukung ke arah hilangnya identitas cultural kota, yang mengarah pada system kapitalisme dan neoliberalisme yang tanpa sadar membawa solo pada kota yang kehilangan jati dirinya. Begitu.

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, aktif di diskusi perkotaan balai sudjatmoko solo.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda