Mempertanyakan Kembali Kontribusi Pelaku Ekonomi Di Kampus Kita
Oleh arif saifudin yudistira
Sebelum berbicara lebih jauh tentang kontribusi pelaku ekonomi di kampus kita, kita perlu mempertanyakan perlukah pelaku ekonomi di dalam lingkungan akademika atau dalam lingkungan pendidikan?. Bukankah pendidikan itu seharusnya murni artinya tidak seharusnya mengikuti logika ekonomi?. Meskipun dalam pendidikan kita juga belajar ilmu ekonomi.
Sudah hampir empat tahun saya berkecimpung dalam organisasi kemahasiswaan,tapi ternyata hadirnya pelaku ekonomi di kampus kita belum memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perkembangan geliat akademik di kampus kita. Sebut saja bank-bank yang ada di kampus kita yang muncul ketika seminar-seminar akbar.Tiba-tiba saja para pelaku ekonomi tersebut muncul. Yang menjadi soal saat ini adalah UMS begitu memberi suatu kontribusi cukup untuk mereka.Bisa kita bayangkan betapa mahasiswa kita yang ribuan itu menabung di hanya dua bank saja. apalagi saat pendaftaran mahasiswa baru.
Dulu kontribusi ini terlihat jelas dengan memberikan mobil pada lembaga kemahasiswaan, sebagai bagian dari CSR(corporate social responsibility). Ini cukup membantu untuk kegiatan akademik mahasiswa.Ketika ada kegiatan, ada mahasiswa meninggal, sakit, dan lain-lain mahasiswa sudah diberi kesempatan mengelola dan memanfaatkan mobil tersebut. akan tetapi berbeda dengan sekarang,para corporatetersebut hanya memberikan spanduk saja. mobil-mobil fakultas saat ini justru dikredit para pimpinan fakultas,sehingga semakin banyak mobil yang diprivatisasi yang semestinya untuk pengembangan dan fasilitas akademik mahasiswa.
Kita memang tidak bisa melepaskan ketergantungan diri kita pada para pelaku ekonomi di kampus kita sebagai sebuah lembaga yang hadir dan dibutuhkan di UMS sebagai pendukung dan sarana fasilitas kampus. Akan tetapi kita belum mengerti mengapa lembaga-lembaga itu?bank-bank itu? yang kemudian muncul di kampus kita.Mengapa tidak bank muamalat?mungkin pimpinan kampus yang lebih faham tentang sejarah ini mengapa lembaga-lembaga tersebut masuk di kampus kita.
Kalaupun memang pendidikan kita menggunakan logika ekonomi, produksi-konsumsi, dan timbal balik kepentingan yang muncul, idealnya para lembaga kemahasiswaan semestinya memperoleh fasilitas lebih yang bisa dibicarakan antara para pelaku ekonomi di kampus. Sehingga kontribusi dari pelaku ekonomi di kampus bisa lebih kontributif dan lebih menyentuh terhadap aspirasi-aspirasi dan kepentingan mahasiswa.
Bukankah kita selaku masyarakat indonesia lebih mengutamakan kegotongroyongan, musyawarah, dan saling berembug ketika ada masalah. Tentu kerjasama yang mutualisme akan membawa kampus kita kepada ke arah kemajuan yang dibutuhkan.
perlu pembicaraan lebih lanjut mengenai hal tersebut antara lembaga-lembaga kemahasiswaan dengan para pelaku ekonomi tersebut,sehingga kedua institusi tersebut bisa saling memberikan manfaat bagi mahasiswa yang saling menguntungkan dan membawa kemajuan bagi kampus kita kedepan.Semoga
*)Penulis adalah mahasiswa UMS, bergiat di Komunitas tanda tanya Tulisan di muat di koran pabelan, edisi kamis 23 juni 2011
Sebelum berbicara lebih jauh tentang kontribusi pelaku ekonomi di kampus kita, kita perlu mempertanyakan perlukah pelaku ekonomi di dalam lingkungan akademika atau dalam lingkungan pendidikan?. Bukankah pendidikan itu seharusnya murni artinya tidak seharusnya mengikuti logika ekonomi?. Meskipun dalam pendidikan kita juga belajar ilmu ekonomi.
Sudah hampir empat tahun saya berkecimpung dalam organisasi kemahasiswaan,tapi ternyata hadirnya pelaku ekonomi di kampus kita belum memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perkembangan geliat akademik di kampus kita. Sebut saja bank-bank yang ada di kampus kita yang muncul ketika seminar-seminar akbar.Tiba-tiba saja para pelaku ekonomi tersebut muncul. Yang menjadi soal saat ini adalah UMS begitu memberi suatu kontribusi cukup untuk mereka.Bisa kita bayangkan betapa mahasiswa kita yang ribuan itu menabung di hanya dua bank saja. apalagi saat pendaftaran mahasiswa baru.
Dulu kontribusi ini terlihat jelas dengan memberikan mobil pada lembaga kemahasiswaan, sebagai bagian dari CSR(corporate social responsibility). Ini cukup membantu untuk kegiatan akademik mahasiswa.Ketika ada kegiatan, ada mahasiswa meninggal, sakit, dan lain-lain mahasiswa sudah diberi kesempatan mengelola dan memanfaatkan mobil tersebut. akan tetapi berbeda dengan sekarang,para corporatetersebut hanya memberikan spanduk saja. mobil-mobil fakultas saat ini justru dikredit para pimpinan fakultas,sehingga semakin banyak mobil yang diprivatisasi yang semestinya untuk pengembangan dan fasilitas akademik mahasiswa.
Kita memang tidak bisa melepaskan ketergantungan diri kita pada para pelaku ekonomi di kampus kita sebagai sebuah lembaga yang hadir dan dibutuhkan di UMS sebagai pendukung dan sarana fasilitas kampus. Akan tetapi kita belum mengerti mengapa lembaga-lembaga itu?bank-bank itu? yang kemudian muncul di kampus kita.Mengapa tidak bank muamalat?mungkin pimpinan kampus yang lebih faham tentang sejarah ini mengapa lembaga-lembaga tersebut masuk di kampus kita.
Kalaupun memang pendidikan kita menggunakan logika ekonomi, produksi-konsumsi, dan timbal balik kepentingan yang muncul, idealnya para lembaga kemahasiswaan semestinya memperoleh fasilitas lebih yang bisa dibicarakan antara para pelaku ekonomi di kampus. Sehingga kontribusi dari pelaku ekonomi di kampus bisa lebih kontributif dan lebih menyentuh terhadap aspirasi-aspirasi dan kepentingan mahasiswa.
Bukankah kita selaku masyarakat indonesia lebih mengutamakan kegotongroyongan, musyawarah, dan saling berembug ketika ada masalah. Tentu kerjasama yang mutualisme akan membawa kampus kita kepada ke arah kemajuan yang dibutuhkan.
perlu pembicaraan lebih lanjut mengenai hal tersebut antara lembaga-lembaga kemahasiswaan dengan para pelaku ekonomi tersebut,sehingga kedua institusi tersebut bisa saling memberikan manfaat bagi mahasiswa yang saling menguntungkan dan membawa kemajuan bagi kampus kita kedepan.Semoga
*)Penulis adalah mahasiswa UMS, bergiat di Komunitas tanda tanya Tulisan di muat di koran pabelan, edisi kamis 23 juni 2011
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda