Naskah Lomba Resensi UMS
Judul buku : Macaisme
Penulis : Bandung mawardi
Penerbit : Jagad abjad Solo
Tahun : 2011
Tebal : 304 halaman
Harga : Rp.30.000,00
Yang tekun dan malas mengurusi buku
oleh Arif saifudin yudistira*)
Membaca buku adalah membaca hidup, menekuni buku adalah ikhtiar membaca dan mengurusi dunia melalui teks. Pesan inilah yang ingin disampaikan penulis melalui sebuah buku bertajuk macaisme(2011). Buku ini cukup melelahkan dan melegakan. Melelahkan karena diramu dengan tebal 304 halaman dengan berbagai uraian dan cerita tentang buku yang cukup memberikan makna bagi kita maupun bagi peresensi sendiri(bandung mawardi). Melegakan karena hampir di setiap kita menghabiskan lembar-demi lembarnya kita akan menemukan letupan-letupan khasanah pemikiran dari esai dari buku macaisme.
Bandung sadar betul, bahwa pilihan bukunya memang dituliskan dan dihadirkan ke publik melalui buku macaisme dengan kesadaran penuh pembaca akan dengan sadar dan dengan tekun menekuni dan melakukan aktifitas macaisme.Macaisme disini barangkali tidak hanya diartikan hanya sekadar membaca buku dan menuntaskannya tanpa bekas apapun. Penulis buku ini menginginkan pembaca menemukan pijar-pijar, letupan-letupan khasanah intelektual yang barangkali belum ditemukan sebelumnya, karena buku-buku yang dihadirkan dalam buku macaisme dihadirkan antara 2008-2011. Waktu ini menunjukkan bahwa buku-buku yang coba dihadirkan dalam buku ini adalah buku yang layak kita baca dan perhatikan.Ungkapan ini pun dihadirkan dalam sapaan “buku ini merupakan persembahan kecil bagi para pembaca agar mengingatkan-mengikatkan diri dengan jagat buku”.
Kehadiran buku ini juga mengingatkan penulis sendiri tentang arti sebuah buku bagi publik dan kemampuan mengurusi buku perlu di manajemen dan diperhatikan. Misal saja uraian dalam essai dengan judul semaian rupa buku dalam buku macaisme. Disana dipaparkan betapa pentingnya cover sebagai alat provokasi dan alat yang diperhitungkan di masa kini dalam perbukuan di indonesia. Buku ini hadir memang dengan cover sederhana, tapi mengajak kita selaku pembaca untuk menarik dan menantang untuk dibaca.
Macaisme judul ini mungkin menggoda bagi para akademisi, para mahasiswa ataupun siapapun juga tertantang dengan bahasa yang dijadikan mahzab isme-isme. Bahwa membaca merupakan satu aktifitas penting yang bukan sekadar satu aktifitas remeh. Buku-menghadirkan buku- itulah satu narasi yang ingin disampaikan bandung mawardi melalui buku ini.
Yang tekun, dan yang malas mengurusi buku
Buku ini ingin menyampaikan pesan yang singkat dan tegas bahwa membaca buku adalah aktifitas yang sangat dan penting untuk mengubah dunia, sebab di dunia inilah kita mengaplikasikan apa yang kita bawa, apa yang kita bawa juga berasal dari apa yang kita baca. Muhammad yunus peraih nobel perdamaian 2006 dari bangladesh dalam bukunya (Grameen bank, 2007) marjin kiri , “kita bisa mengubah dunia jika kita bisa mengubah pola pikir kita”.
Perubahan pola pikir kita tentu tidak terlepas dari aktifitas membaca buku. Ketekunan pengarang dan kegigihan penulis macaisme dibuktikan dengan kehadiran koleksinya yang lebih dari 5000 buku yang pernah dibaca dan juga ditekuni selain yang diresensi dan dituliskan dan dikabarkan di media massa. Macaisme hadir bahwa ketekunan membaca buku akan membuahkan hasil yang selain pengalaman, pengetahuan, juga spirit berbagi melalui menulis. Sehingga aktifitas penulis sebagai seorang esais menunjukkan bahwa ia tidak melepaskan dari aktifitas membaca. Buku ini juga menunjukkan betapa penulis menekuni berbagai buku karya orang lain sekitar 100 judul buku yang dilahap dan dicermati hingga kita akan menemukan betapa penulis resensi bandung mawardi adalah penulis yang tekun dengan menekankan angle dan menutup essainya dengan pesan yang sangat penting disetiap akhir essainya dengan menjelaskan arti penting buku.
Bentuk essai dipilih dengan kesadaran penuh sebagaimana diungkapkan dalam uraiannya tentang buku yang mengambil pilihan sama dengan buku macaisme di halaman 132 yang bercerita tentang uraian buku filsafat kebudayaan ;proses realisasi manusia(jalasutera,2009)karya Budiono Kusumohamidjojo :” Buku ini memang tidak tebal meski sesak dan rewel dengan uraian pelbagai materi dalam empat belas bab. Pembagian dengan jumlah halaman pendek sehingga membuat pembaca harus memiliki strategi untuk merebut limpahan tafsir karena durasi dan minimalitas uraian”
Uraian diatas sepertinya cukup tegas, lugas, dan menjelaskan bahwa buku ini mestinya dibaca dengan satu cara seperti diatas untuk menangkap limpahan tafsir. Melalui buku ini kita diajak menemukan kematian pengarang dalam hal ini bandung mawardi telah mati, sebagaimana diungkapkan Roland Barthes, “kelahiran pembaca mesti dibayar kematian pengarang”. Dengan kata lain, bandung mawardi mati, tapi teks dan uraian tentang buku-buku yang dia tuliskan dan dia abadikan dalam buku macaisme akan hidup. Kematian penulis macaisme dibayar dengan kesuburan pengarang-pengarang lain yang dituliskan dalam buku macaisme, dan kesuburan tafsir yang dihadirkan dalam buku macaisme.
Buku ini juga menunjukkan bahwa teks yang dihadirkan dalam buku macaisme adalah teks yang tak mungkin pergi begitu saja, ia adalah hasil intensitas penulis membaca ratusan buku yang dihadirkan tadi, kelihaian pengarang dan refleksi, serta intensitas penulis menggeluti buku yang diresensinya sehingga menghasilkan teks sebagaiman dikatakan Roland barthes “teks adalah jejaring nukilan dari kantong-kantong kebudayaan yang tak terhingga”. Selain itu,pilihan bentuk essai mungkin lebih komunikatif ketimbang menuruti pamrih memberi penjelasan komplet dengan taburan definisi.
Terakhir, buku ini mengingatkan kita, bahwa para pemalas yang tak mau mengurusi buku tidak akan menghasilkan apa-apa dan tidak memberi apa-apa bagi dunia. Meminjam istilah pramudya ananta toer “sesungguhnya beruntunglah orang bodoh karena ia tidak tahu”. Para pemalas ini tidak akan menemukan dan mengetahui sesuatu kalau tidak bertanya dan menemukan jawaban. Salah satunya melalui aktifitas macaisme. Begitu.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda