Tan Malaka ; Muslim Progressif & Revolusioner
Oleh Arif saifudin yudistira*)
Tan malaka, adalah sosok pejuang kemerdekaan yang namanya dilupakan dan dibuang oleh negeri ini ketika rezim suharto berkuasa. Tan malaka juga kerap kali dituding sebagai sosok yang atheis karena menjadi ketua PKI ketika umur 22 tahun. Tan, sejatinya adalah sosok muslim progressif yang langka di negeri ini. Sikapnya yang tak kenal kompromi dalam berjuang memerdekakan Indonesia menjadi tan malaka tidak disukai oleh lawan politiknya dan disingkirkan oleh kawan ataupun lawan.
Sejak kecil tidak pernah lepas dari didikan agama oleh keluarganya. Karena bapaknya pemuka adat di daerahnya, dan muslim yang taat. Ia pernah mengatakan dalam pidatonya ketika di kongres komintern kedua : "Di depan Tuhan saya seorang muslim,ketika bersama manusia, saya seorang manusia” . Sikapnya yang kokoh dan teguh memperjuangkan islam dan nilai-nilai universalitasnya begitu melekat dan dibuktikan dengan memberikan ketegasan bahwa Pan-Islamisme adalah suatu kesepakatan yang perlu dijalankan dan diperjuangkan. Sehingga komunisme mutlak apalagi atheis adalah hal yang salah dan ditentang oleh tan malaka. Ia menolak revolusi yang hanya mengandalkan putch, juga revolusi yang dilakukan dengan kekerasan dan instant. Ia adalah sosok yang konsisten dengan prinsip dan kata-katanya, maka tidak salah ketika di roman “patjar merah Indonesia” diceritakan bahwa tan malaka selain menjadi buron intel internasional, ia juga diburu oleh kawan-kawannya pengikut stalin seperti Muso, Alimin, dan Darsono juga semaun yang disebutkan dengan nama samaran “Muso (sebagai Paul Mussotte), Alimin (Ivan Alminsky), Semaun (Semounoff), Darsono (Darsnoff).
“Revolusi bukanlah sesuatu yang dikarang dalam otak”. Metodologi putch yang mengandalkan perlawanan militer dalam revolusi dinilai hal yang salah dan bertentangan dengan konsepsi massa aksinya. Karena revolusi yang hanya mengandalkan kekuatan putch akan mudah terpatahkan ketika berhadapan dengan kekuatan pada waktu itu. Konfrontasi ini memuncak ketika kerusuhan prambanan mulai Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. . Ia mengatakan dalam buku “pandangan hidup yang ditulis sekitar tahun 1948 : “Gerakan itu bisa berhasil, kalau benar seluruh atau sebagian terbesar rakyat jelata sudah memiliki kesadaran politik yang sedalam-dalamnya, Ikhlas berkorban mencapai idamannya serta tahan uji dalam aksi yang Sukar, Berbahaya dan Lama”. Oleh karena itu, ia menolak revolusi yang instant dan premature.
Sebagian hidupnya dihabiskan dengan penjara, dan berpetualang. Perantauan tetap saja tidak melupakan harapan tingginya untuk Indonesia, sehingga namanya diabadikan dalam roman “patjar merah Indonesia” sebab sesosok nona cantik seperti ninon pun ia tinggalkan demi cita-cita revolusi Indonesia yaitu merdeka 100 % . Watak yang diwariskan pada generasi muda kita saat ini yang mau meneladani sikap dan prinsip perjuangannya ia jabarkan dalam karya-karyanya. Seperti dalam pandangan hidup ia menerangkan perlunya “daya tahan uji dalam aksi yang sukar, berbahaya, dan memerlukan waktu yang lama” .
Pelajaran dari “ Bapak Republik yang dilupakan”
Cita-cita kemerdekaan 100% yang diajukan oleh tan malaka sebagai bagian dari hal yang mutlak dilakukan untuk melawan penjajah menjadi prinsip yang dipegang teguh tan malaka. Setelah kemerdekaan Indonesia 17 agustus 45, Indonesia masih saja belum keluar seratus persen dari rong-rongan dan ancaman penjajah. Maka dalam risalah yang dibuatnya pada “manifesto Jakarta 7 september 45 ’ ia mengatakan usaha yang perlu dilakukan adalah : Menolak semua percobaan mendirikan Republik Indonesia yang Kapitalis dan membatalkan semua daya upaya dari luar menjajah Indonesia dengan cara dan memakai bentuk dan corak jajahan apapun juga.
Sikap ini ditunjukkan tan malaka ketika ada perjanjian linggarjati yang dinilai mengurangi substansi merdeka 100 % dengan mengatakan : Bukankah sekarang (Desember 1947) soal wilayah dan rakyat yang kita anggap harus masuk ke bawah kekuasaan Republik Indonesia, serta soal kebudayaan yang kita anggap terutama adalah urusan bangsa Indonesia sendiri itu juga yang menjadi persoalan yang kita rasa penting dan hangat, soal yang bisa menggagalkan atau melanggengkan, dengan langsung atau tidak, semua daya upaya menegakkan kemerdekaan 100 %
Tan malaka mengajarkan pada kita prinsip-prinsip yang relevan dalam berjuang hingga saat ini Persatuan dan Disiplin adalah kunci kekuatan Murba”. . Ketika kedisiplinan dan persatuan sudah ditinggalkan oleh gerakan kita, maka sangat sulit untuk mencapai cita-cita gerakan tersebut. Analisis tan malaka mengenai keadaan Indonesia sangat relevan hingga saat ini. Kemungkinan itu dibaca tan malaka melalui kemampuan dia membaca fakta-fakta masa depan dengan melihat kondisi masa lalu, sekarang dan masa yang melampauinya pada waktu itu melalui tesis, anti-thesis, maupun sintesa. Paparannya tentang Indonesia setelah merdeka antara lain : Indonesia sesudah Perang dunia ke II ini, amat kekurangan benda berupa Mesin, Perkakas, Emas-Intan, Pakaian dan lain-lain. Tetapi masih kaya dalam bahan tersimpan hasil bumi yang keluar selama bumi-nya ada, iklim dengan sungai dan danaunya ada, selama itulah rakyat Indonesia masih satu rakyat yang terkaya dimuka bumi ini, walaupun kekayaan itu masih terpendam saja. Semiskin-miskinnya Indonesia dalam hal mesin dimasa depan, dengan kepandaian dan pengalaman yang sudah diperoleh ia akan bisa mengadakan hasil yang tiada ternilai harganya dipasar dunia seperti Minyak Tanah, Emas, Arang, Timah, Gula, Tea, Getah, Kina, Kopi, Kopra dan sebagainya. Dengan menjual barang tersebut diluar negeri, Republik Indonesia dengan aman dan sentosa akan bisa mendapatkan mesin yang dibutuhkan. Dengan rencana 3,4,5……………tahun, Indonesia lambat laun bisa menimbulkan Industri berat sebagai jaminan yang pasti untuk kemerdekaan. Maka kaum pekerja yang dengan kulit dan tulangnya merasakan perekonomian Imperialis, tentulah tidak ingin dihisap dan ditindas kembali. Mereka inilah pelopor rakyat yang giat mempertahankan Republik Indonesia itu dengan kemakmuran dan keadilan.
Sebutan bapak republic ini dilekatkan karena ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933). Buku Naar de Republiek dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian itu telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Tokoh pemuda radikal Sayuti Melik, misalnya, mengenang bagaimana Bung Karno dan Ir Anwari membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa Actie. Waktu itu Bung Karno memimpin Klub Debat Bandung. Salah satu tuduhan yang memberatkan Soekarno ketika diadili di Landrat Bandung pada 1931 juga lantaran menyimpan buku terlarang ini. Tak aneh jika isi buku itu menjadi ilham dan dikutip Bung Karno dalam pleidoinya, Indonesia Menggugat.
Islam Progressif yang inklusif
Pemikiran tan malaka untuk membebaskan manusia Indonesia diilhami betul dari sosok panutan dan teladannya yaitu Rosululloh SAW. Mengingat ia juga hafal al-qur’an secara tekstual, ia juga memahami dan belajar mendalam tentang islam. Sehingga prinsip-prinsip islam tak pelak mewarnai karya-karyanya seperti dalam pandangan hidup, madilog, maupun pergulatannya yang terlibat dalam organisasi islam seperti “sarekat islam”.
Ia mengagumi sosok Muhammad yang buta huruf dan tidak bisa membaca dengan mengatakan : Buta huruf bukanlah berarti buta kecerdasan, buta keberanian ataupun buta kejujuran. Sebaliknya pula, pendidikan pun tidaklah menjamin keberanian, keuletan, kejujuran, kecakapan memimpin, ketangkasan memandang ke hari depan dan mengambil sesuatu putusan dengan cepat serta tepat. (resourcefulness) . Pandangan ini pun melahirkan sebuah konsepsi pendidikan yang sangat sederhana Kekuasaan kaum – modal berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan,kekuasaan rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan. .
Islam tan malaka terbukti bukanlah islam yang eksklusif melainkan islam yang sangat terbuka dan toleran, ini digambarkan pula sikap tan malaka waktu diperantauan juga tidak meninggalkan kewajibannya sebagai sosok muslim sebagaimana yang digambarkan dalam patjar merah Indonesia.
Pandangannya tentang peranan islam dalam dunia filsafat dan dunia pemikiran dunia saat ini ia tuangkan dalam bahasan pandangan hidup yang coba ia tulis : Filsafat Islam dapat mengangkat kembali filsafat Yunani yang ratusan tahun terpendam di bawah haribaan kerajaan Romawi. Filsafat Islam dapat memisahkan padi yang berisi dari padi yang hampa, menanam yang berisi sampai tumbuhnya di Abad Pertengahan. Dengan demikian sepatutnyalah kita menoleh ratusan tahun ke belakang masyarakat Islam yang jaya-mulia-makmur di Spanyol, Mesir, dan Bagdad dan kembali sebentar menoleh ke masyarakat Yunani asli.
Pandangan ini menyimpan makna pada kiat selaku generasi muda, mengesampingkan barat dan timur, dalam hal ini islam dan non islam adalah hal yang kurang bijak, sebab semua itu mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Berfikir dan belajar filsafat islam tanpa memahami filsafat barat atau yunani juga timpang. Keduanya filsafat islam dan barat sama-sama penting dan perlu dipelajari.
Pengalaman tan malaka menjadi guru sepulang di deli dan bergabung bersama SI membuat tan malaka menghasilkan beberapa ikhtisar tentang konsep pendidikan yang tidak melepaskan dari nilai religiusitas melalui rumusan SI dan onderwijs. Ia menuliskan beberapa prinsip pendidikan yang perlu dijalankan antar lain :
1. Di sekolah anak-anak SI mendirikan dan menguruskan sendiri pelbagai-bagai vereeniging, yang berguna buat lahir dan batin (kekuatan badan dan otak). Dalam urusan vereeniging-vereeniging tadi anak-anak itu sudah belajar membikin kerukunan dan tegasnya sudah mengerti dan merasa lezat pergaulan hidup.
Di sekolah diceritakan nasibnya Kaum Melarat di Hindia dan dunia lain, dan juga sebab-sebab yang mendatangkan kemelaratan itu. Selainnya dari pada itu kita membangunkan hati belas kasihan pada kaum terhina itu, dan berhubung dengan hal ini, kita menunjukkan akan kewajiban kelak, kalau ia balik, ialah akan membela berjuta-juta kaum Proletar.
Dalam vergadering SI dan Buruh, maka murid-murid yang sudah bisa mengerti, diajak menyaksikan dengan mata sendiri suaranya kaum Kromo, dan diajak mengeluarkan pikiran atau perasaan yang sepadan dengan usianya (umur), pendeknya diajak berpidato.
2. Sehingga, kalau ia kelak menjadi besar, maka perhubungan pelajaran sekolah SI dengan ikhtiar hendak membela Rakyat tidak dalam buku atau kenang-kenangan saja, malah sudah menjadi watak dan kebiasannya masing-masing.
Sehingga didikan sekolah pada waktu itu menghasilkan pendidikan yang tidak melepaskan dari nilai-nilai agama, tidak egois dan mementingkan nasib rakyat, dan tentu penuh dengan semangat dan kerja kemandirian dan kepribadian yang mantap. Nilai-nilai semacam itu, dirumuskan tan malaka dengan mengilhami manusia dan kemanusiaan. Sebagai penutup, gambaran sosok tan malaka yang sampai sekarang belum jelas sejarah dan riwayat dan perjuangannya yang digelapkan orde baru. Mereka telah tiada, tetapi jiwanya yang menulis, jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan tetap hidup sepanjang zaman.Tan malaka pun demikian halnya. Abadi perjuangan. Salam dari pengagummu--------
Tan malaka, adalah sosok pejuang kemerdekaan yang namanya dilupakan dan dibuang oleh negeri ini ketika rezim suharto berkuasa. Tan malaka juga kerap kali dituding sebagai sosok yang atheis karena menjadi ketua PKI ketika umur 22 tahun. Tan, sejatinya adalah sosok muslim progressif yang langka di negeri ini. Sikapnya yang tak kenal kompromi dalam berjuang memerdekakan Indonesia menjadi tan malaka tidak disukai oleh lawan politiknya dan disingkirkan oleh kawan ataupun lawan.
Sejak kecil tidak pernah lepas dari didikan agama oleh keluarganya. Karena bapaknya pemuka adat di daerahnya, dan muslim yang taat. Ia pernah mengatakan dalam pidatonya ketika di kongres komintern kedua : "Di depan Tuhan saya seorang muslim,ketika bersama manusia, saya seorang manusia” . Sikapnya yang kokoh dan teguh memperjuangkan islam dan nilai-nilai universalitasnya begitu melekat dan dibuktikan dengan memberikan ketegasan bahwa Pan-Islamisme adalah suatu kesepakatan yang perlu dijalankan dan diperjuangkan. Sehingga komunisme mutlak apalagi atheis adalah hal yang salah dan ditentang oleh tan malaka. Ia menolak revolusi yang hanya mengandalkan putch, juga revolusi yang dilakukan dengan kekerasan dan instant. Ia adalah sosok yang konsisten dengan prinsip dan kata-katanya, maka tidak salah ketika di roman “patjar merah Indonesia” diceritakan bahwa tan malaka selain menjadi buron intel internasional, ia juga diburu oleh kawan-kawannya pengikut stalin seperti Muso, Alimin, dan Darsono juga semaun yang disebutkan dengan nama samaran “Muso (sebagai Paul Mussotte), Alimin (Ivan Alminsky), Semaun (Semounoff), Darsono (Darsnoff).
“Revolusi bukanlah sesuatu yang dikarang dalam otak”. Metodologi putch yang mengandalkan perlawanan militer dalam revolusi dinilai hal yang salah dan bertentangan dengan konsepsi massa aksinya. Karena revolusi yang hanya mengandalkan kekuatan putch akan mudah terpatahkan ketika berhadapan dengan kekuatan pada waktu itu. Konfrontasi ini memuncak ketika kerusuhan prambanan mulai Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. . Ia mengatakan dalam buku “pandangan hidup yang ditulis sekitar tahun 1948 : “Gerakan itu bisa berhasil, kalau benar seluruh atau sebagian terbesar rakyat jelata sudah memiliki kesadaran politik yang sedalam-dalamnya, Ikhlas berkorban mencapai idamannya serta tahan uji dalam aksi yang Sukar, Berbahaya dan Lama”. Oleh karena itu, ia menolak revolusi yang instant dan premature.
Sebagian hidupnya dihabiskan dengan penjara, dan berpetualang. Perantauan tetap saja tidak melupakan harapan tingginya untuk Indonesia, sehingga namanya diabadikan dalam roman “patjar merah Indonesia” sebab sesosok nona cantik seperti ninon pun ia tinggalkan demi cita-cita revolusi Indonesia yaitu merdeka 100 % . Watak yang diwariskan pada generasi muda kita saat ini yang mau meneladani sikap dan prinsip perjuangannya ia jabarkan dalam karya-karyanya. Seperti dalam pandangan hidup ia menerangkan perlunya “daya tahan uji dalam aksi yang sukar, berbahaya, dan memerlukan waktu yang lama” .
Pelajaran dari “ Bapak Republik yang dilupakan”
Cita-cita kemerdekaan 100% yang diajukan oleh tan malaka sebagai bagian dari hal yang mutlak dilakukan untuk melawan penjajah menjadi prinsip yang dipegang teguh tan malaka. Setelah kemerdekaan Indonesia 17 agustus 45, Indonesia masih saja belum keluar seratus persen dari rong-rongan dan ancaman penjajah. Maka dalam risalah yang dibuatnya pada “manifesto Jakarta 7 september 45 ’ ia mengatakan usaha yang perlu dilakukan adalah : Menolak semua percobaan mendirikan Republik Indonesia yang Kapitalis dan membatalkan semua daya upaya dari luar menjajah Indonesia dengan cara dan memakai bentuk dan corak jajahan apapun juga.
Sikap ini ditunjukkan tan malaka ketika ada perjanjian linggarjati yang dinilai mengurangi substansi merdeka 100 % dengan mengatakan : Bukankah sekarang (Desember 1947) soal wilayah dan rakyat yang kita anggap harus masuk ke bawah kekuasaan Republik Indonesia, serta soal kebudayaan yang kita anggap terutama adalah urusan bangsa Indonesia sendiri itu juga yang menjadi persoalan yang kita rasa penting dan hangat, soal yang bisa menggagalkan atau melanggengkan, dengan langsung atau tidak, semua daya upaya menegakkan kemerdekaan 100 %
Tan malaka mengajarkan pada kita prinsip-prinsip yang relevan dalam berjuang hingga saat ini Persatuan dan Disiplin adalah kunci kekuatan Murba”. . Ketika kedisiplinan dan persatuan sudah ditinggalkan oleh gerakan kita, maka sangat sulit untuk mencapai cita-cita gerakan tersebut. Analisis tan malaka mengenai keadaan Indonesia sangat relevan hingga saat ini. Kemungkinan itu dibaca tan malaka melalui kemampuan dia membaca fakta-fakta masa depan dengan melihat kondisi masa lalu, sekarang dan masa yang melampauinya pada waktu itu melalui tesis, anti-thesis, maupun sintesa. Paparannya tentang Indonesia setelah merdeka antara lain : Indonesia sesudah Perang dunia ke II ini, amat kekurangan benda berupa Mesin, Perkakas, Emas-Intan, Pakaian dan lain-lain. Tetapi masih kaya dalam bahan tersimpan hasil bumi yang keluar selama bumi-nya ada, iklim dengan sungai dan danaunya ada, selama itulah rakyat Indonesia masih satu rakyat yang terkaya dimuka bumi ini, walaupun kekayaan itu masih terpendam saja. Semiskin-miskinnya Indonesia dalam hal mesin dimasa depan, dengan kepandaian dan pengalaman yang sudah diperoleh ia akan bisa mengadakan hasil yang tiada ternilai harganya dipasar dunia seperti Minyak Tanah, Emas, Arang, Timah, Gula, Tea, Getah, Kina, Kopi, Kopra dan sebagainya. Dengan menjual barang tersebut diluar negeri, Republik Indonesia dengan aman dan sentosa akan bisa mendapatkan mesin yang dibutuhkan. Dengan rencana 3,4,5……………tahun, Indonesia lambat laun bisa menimbulkan Industri berat sebagai jaminan yang pasti untuk kemerdekaan. Maka kaum pekerja yang dengan kulit dan tulangnya merasakan perekonomian Imperialis, tentulah tidak ingin dihisap dan ditindas kembali. Mereka inilah pelopor rakyat yang giat mempertahankan Republik Indonesia itu dengan kemakmuran dan keadilan.
Sebutan bapak republic ini dilekatkan karena ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933). Buku Naar de Republiek dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian itu telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Tokoh pemuda radikal Sayuti Melik, misalnya, mengenang bagaimana Bung Karno dan Ir Anwari membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa Actie. Waktu itu Bung Karno memimpin Klub Debat Bandung. Salah satu tuduhan yang memberatkan Soekarno ketika diadili di Landrat Bandung pada 1931 juga lantaran menyimpan buku terlarang ini. Tak aneh jika isi buku itu menjadi ilham dan dikutip Bung Karno dalam pleidoinya, Indonesia Menggugat.
Islam Progressif yang inklusif
Pemikiran tan malaka untuk membebaskan manusia Indonesia diilhami betul dari sosok panutan dan teladannya yaitu Rosululloh SAW. Mengingat ia juga hafal al-qur’an secara tekstual, ia juga memahami dan belajar mendalam tentang islam. Sehingga prinsip-prinsip islam tak pelak mewarnai karya-karyanya seperti dalam pandangan hidup, madilog, maupun pergulatannya yang terlibat dalam organisasi islam seperti “sarekat islam”.
Ia mengagumi sosok Muhammad yang buta huruf dan tidak bisa membaca dengan mengatakan : Buta huruf bukanlah berarti buta kecerdasan, buta keberanian ataupun buta kejujuran. Sebaliknya pula, pendidikan pun tidaklah menjamin keberanian, keuletan, kejujuran, kecakapan memimpin, ketangkasan memandang ke hari depan dan mengambil sesuatu putusan dengan cepat serta tepat. (resourcefulness) . Pandangan ini pun melahirkan sebuah konsepsi pendidikan yang sangat sederhana Kekuasaan kaum – modal berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan,kekuasaan rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan. .
Islam tan malaka terbukti bukanlah islam yang eksklusif melainkan islam yang sangat terbuka dan toleran, ini digambarkan pula sikap tan malaka waktu diperantauan juga tidak meninggalkan kewajibannya sebagai sosok muslim sebagaimana yang digambarkan dalam patjar merah Indonesia.
Pandangannya tentang peranan islam dalam dunia filsafat dan dunia pemikiran dunia saat ini ia tuangkan dalam bahasan pandangan hidup yang coba ia tulis : Filsafat Islam dapat mengangkat kembali filsafat Yunani yang ratusan tahun terpendam di bawah haribaan kerajaan Romawi. Filsafat Islam dapat memisahkan padi yang berisi dari padi yang hampa, menanam yang berisi sampai tumbuhnya di Abad Pertengahan. Dengan demikian sepatutnyalah kita menoleh ratusan tahun ke belakang masyarakat Islam yang jaya-mulia-makmur di Spanyol, Mesir, dan Bagdad dan kembali sebentar menoleh ke masyarakat Yunani asli.
Pandangan ini menyimpan makna pada kiat selaku generasi muda, mengesampingkan barat dan timur, dalam hal ini islam dan non islam adalah hal yang kurang bijak, sebab semua itu mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Berfikir dan belajar filsafat islam tanpa memahami filsafat barat atau yunani juga timpang. Keduanya filsafat islam dan barat sama-sama penting dan perlu dipelajari.
Pengalaman tan malaka menjadi guru sepulang di deli dan bergabung bersama SI membuat tan malaka menghasilkan beberapa ikhtisar tentang konsep pendidikan yang tidak melepaskan dari nilai religiusitas melalui rumusan SI dan onderwijs. Ia menuliskan beberapa prinsip pendidikan yang perlu dijalankan antar lain :
1. Di sekolah anak-anak SI mendirikan dan menguruskan sendiri pelbagai-bagai vereeniging, yang berguna buat lahir dan batin (kekuatan badan dan otak). Dalam urusan vereeniging-vereeniging tadi anak-anak itu sudah belajar membikin kerukunan dan tegasnya sudah mengerti dan merasa lezat pergaulan hidup.
Di sekolah diceritakan nasibnya Kaum Melarat di Hindia dan dunia lain, dan juga sebab-sebab yang mendatangkan kemelaratan itu. Selainnya dari pada itu kita membangunkan hati belas kasihan pada kaum terhina itu, dan berhubung dengan hal ini, kita menunjukkan akan kewajiban kelak, kalau ia balik, ialah akan membela berjuta-juta kaum Proletar.
Dalam vergadering SI dan Buruh, maka murid-murid yang sudah bisa mengerti, diajak menyaksikan dengan mata sendiri suaranya kaum Kromo, dan diajak mengeluarkan pikiran atau perasaan yang sepadan dengan usianya (umur), pendeknya diajak berpidato.
2. Sehingga, kalau ia kelak menjadi besar, maka perhubungan pelajaran sekolah SI dengan ikhtiar hendak membela Rakyat tidak dalam buku atau kenang-kenangan saja, malah sudah menjadi watak dan kebiasannya masing-masing.
Sehingga didikan sekolah pada waktu itu menghasilkan pendidikan yang tidak melepaskan dari nilai-nilai agama, tidak egois dan mementingkan nasib rakyat, dan tentu penuh dengan semangat dan kerja kemandirian dan kepribadian yang mantap. Nilai-nilai semacam itu, dirumuskan tan malaka dengan mengilhami manusia dan kemanusiaan. Sebagai penutup, gambaran sosok tan malaka yang sampai sekarang belum jelas sejarah dan riwayat dan perjuangannya yang digelapkan orde baru. Mereka telah tiada, tetapi jiwanya yang menulis, jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan tetap hidup sepanjang zaman.Tan malaka pun demikian halnya. Abadi perjuangan. Salam dari pengagummu--------