Membincangkan Kembali Peran Bidang Kemahasiswaan
Oleh Arif saifudin yudistira*)
Sudah sekitar 3 tahun lebih bidang kemahasiswaan dipegang oleh prof kita. Akan tetapi tanda-tanda kearah progressifitas ternyata belum juga ditunjukkan. Peranan wakil rector 3 bidang kemahasiswaan sebenarnya sangat besar dalam rangka mengembangkan kesadaran kritis transformative bagi mahasiswa UMS akan tanggungjawab moralnya sebagai anak bangsa.
Beberapa program memang menunjukkan UMS dikenal di kancah lingkungan perguruan tinggi swasta dan bahkan DIKTI tapi itu hanya bertumpu pada salah satu bagian kecil saja yaitu proyek dan hibah penelitian dan ditelorkan dalam program PKM yang rutin tiap tahunnya. Pertanyaannya apakah kemudian tugas bidang kemahasiswaan hanya sekedar fungsi administrative semata?. Di sisilain, sangat nampak jelas ketika program rutinitas ini tidak ada, para bidang kemahasiswaan kembali ke fakultas masing-masing entah dengan alasan mengajar, membimbing ujian doctoral atau hanya sekedar menghabiskan waktu di kantor. Seolah-olah tugas mereka sebagai bidang kemahasiswaan sudah selesai.
Ironisnya bidang kemahasiswaan belum mampu menumbuhkembangkan semangat akademik, semangat keilmuan bagi para mahasiswanya melalui stake holder yang ada. Betapa kita melihat dosen-dosen dan pengajar di universitas kita yang peduli terhadap academic culture yang kian buram dan kian tak jelas. Indikasinya jelas, mahasiswa apatis, kurang minat organisasi, dan kurang memiliki wawasan kebangsaan yang kuat. Bagaimana tidak, masalah di bangsa ini sudah cukup akut, tidak ada responsibilitas dan intuisi yang tajam dari kalangan akademisi yang konsen dan peduli terhadap masalah kebangsaan ini.
Beban sejarah yang dikandung UMS sebagaimana 98 yang menyulut reformasi dari solo sangatlah berat. Besar harapan dari tokoh-tokoh lintas agama dan tokoh-tokoh nasional ketika berkunjung ke UMS ini. Akan tetapi, harapan itu kian lama kian tak nampak, barangkali para petinggi kita belum membaca Zaman Bergerak buah karya Takashi Shiraishi yang sangat lugas menerangkan solo adalah kota perubahan.
Dari sinilah sebenarnya perlu ditinjau ulang sejauh mana bidang kemahasiswaan UMS mampu untuk menggairahkan academic culture yang sudah kian tenggelam dikampus kita. Prestasi UMS yang naik 12 terbaik di Indonesia mestinya tidak hanya dilahirkan atas dasar poling semata melainkan gairah akademik juga nampak dan berkembang di kampus kita.
Berkaca dari kondisi diatas, kita juga perlu menilik sebarapa peran UMS dalam rangka memberikan jaminan service akademik dan juga jaminan ketentraman akan masa depan. UMS memiliki bidang empat yang kuat dengan jaringan dan berbagai mitra di kancah dalam dan luar negeri. Akan tetapi kita belum melihat diantara ribuan mahasiswa yang diwisuda hampir tiap tahunnya sudah mendapat jaminan pekerjaan misalnya melalui alumni-alumni UMS. Seringkali kita alpa bahwa universitas juga bertanggungjawab bagaimana proses setelah lulus mahasiswa mau diapakan.
Bertumpu dari logika pendidikan
Kita meyakini pendidikan adalah proses aksi reaksi yang berkelanjutan sebagaimana yang diungkapkan Paulo freire. Untuk itulah, perlu satu rencana besar dan keterlibatan penuh mahasiswa dalam evaluasi pembelajaran dan mutu UMS tidak hanya sekedar evaluasi PBM yang sekedar formalitas(hasil diskusi dengan ketua QAC). Akan tetapi bagaimana mahasiswa mempunyai wawasan kebangsaan dan kerakyatan, dan bervisi kemanusiaan dan berlandaskan keislaman yang kuat dan mantap.
Oleh karena itu, kontrak politik mahasiswa yang salah satu poin pentingnya adalah melakukan audiensi dengan pimpinan universitas minimal satu bulan sekali penting untuk dijadikan satu evaluasi besar terhadap proses pendidikan di kampus kita. Dengan pengoptimalan dialog dan diskusi insya alloh kita akan menemukan titik temu dan satu solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi universitas ini.
Sehingga tugas utama universitas dalam rangka melakukan pendewasaan, melakukan pencerdasan, dan melakukan rekayasa mindset mahasiswa dalam rangka menumnbuhkan kembali peran mahasiswa dalam kancah kebangsaaan dan kerakyatan akan bisa kita jalankan dengan maksimal. Begitu.
Penulis adalah mahasiswa UMS bergiat di kawah institute indonesiaTulisan dimuat di koran pabelan selasa, 22 februari 2011