Masih
Tentang Dunia Impian Kita
oleh arif saifudin yudistira
Aku tak merujuk kita adalah aku
dan anda semua yang membaca dan merasai hadir dan saya sebut. Saya membatasi
kita adalah aku dan kamu, dan “kamu” selanjutnya kuserahkan padamu untuk
menafsirkannya.
Dan kita belum selesai, di
dunia ini, kita Cuma mampir. Mampir dari satu tempat ke tempat lainnya.
Selanjutnya perjalanan mesti dan harus dilanjutkan. Perjalanan kemana? Hendak
kemana?. Itu pertanyaan semua orang hidup, bagi orang yang hidupnya mengalir
akan mengatakan hidup itu yah di lautan, kita akan kelautan, dan laut adalah
persinggahan terakhir air itu. atau tanah, sebab air meresap ke tanah. Dan bagi
yang mengandaikan hidup seperti angin yah mengalir ke mana angin membawa. Dan
bagi yang berTuhan akan mengatakan hidup akan kembali pada Tuhan. Dan bagi kehidupan orang yang tidak berTuhan,
maka ia akan mengatakan : “hidup tak kemana-mana, kita ada dengan sendirinya”.
Tapi
bagiku hidup adalah perjalanan, dari mana dan mau kemana itu yah kita sendiri
yang menentukan.
Dan impian, mengapa kita harus
bermimpi?. Setiap orang mengalami masa itu, masa kanak-kanak, bahkan
berimajinasi ingin pergi ke langit dengan tangan dan kaki kita. imajinasi
itulah yang membawa manusia mencipta kapal terbang, mencipta kapal, mencipta
apa saja yang diinginkan.
Di tiap mimpi itulah, kita
terkaang menaruh harapan yang tak sadar menjadi harapan kita di alam nyata, dan
menjadi kenyataan sampai hari ini. Manusia memerlukan cita-cita dan mimpi untuk
menjaga bahwa ia masih punya harapan, bahwa hidup harus berjalan.
Dan aku ingin meriwayatkan bhwa
kampus adalah tempat tinggalku sekaligus tempat menaruh impian-impian dan
imajinasiku. Pikiran tentang kampus tak lebih dari itu, mimpi itu adalah
sesuatu yang besar, dan hal besar itu bisa aku namai perubahan. Perubahan macam
apa yang aku inginkan setidaknya adalah perubahan yang melampaui masyarakat
yang tak berumah atau bersinggah di kampus.
Kampus menyemai harapan
itu,mestinya. Kampus memiliki tugas untuk itu, dan tugas keilmuan itu mahal
begitu kata MT arifin. Tugas itu mahal bukan karena persoalan uang, tapi juga
tenaga dan pikiran kita mesti dikuras untuk mengurusi itu.
“bayangkan, membeli buku sja
mesti harus berjalan, mesti mengeluarkan uang, dan tidak berhenti sampai di
situ kita mesti membca buku itu dan selanjutnya baru menulis” ia sangat
ekspresif menyampaikannya.
Aku tak tahu apa
professor-professor di kampus ku mengalami dan melakoni kerja semacam itu. aku
tak tahu misi akademis mereka. Ada yang nyelethuk bahkan temanku sendiri mantan
presma “ apa ada intelektual di ums rif”?. Pertanyaan itu seperti satire di
masa kini. Realitas sekarang memang menunjukkan kampus sering dan berburu
memburu gelar dengan guyonan “Doctor humoris causa”. Professor kan untuk
tunjangannya yang besar dalam hatiku. Tapi esok harinya saya pun menemui
professor saya di UMS. Ia adalah professor lingkungan di UMS. “Maaf pak,
mengganggu. Saya mau diskusi sebentar”. Dan percakapan pun berlangsung. Waktu
itu kami mempertanyakan : “apa itu pak,?”(terlihat sang professor sedang membaca-baca
ulang buku laporan yang akan dibuat untuk penilaian DIKTI”.
Dan professor itu menjawab :
“yah begini mas professor, harus bikin jurnal untuk tunjangan dan gaji, kalau
gak bikin yah gak ada tunjangan”.
Kami pun hanya diam saja dan
dalam hati gerundelan. Apa ini professor-professor kita?. aku masih berpikir
bagaimana impian yang begitu besar itu masih ada di kepala-kepala mahasiswa?.
Apa aku yang terlalu gila mengimpikan impian perubahan itu? dan aku masih
memiliki impian perubahan itu. enam tahun berjalan masih belum terlihat juga
impian itu. aku terdiam, apa aku mengikuti arus orang-orang dengan segala
kenikmatan yang mereka ciptakan?. Apa aku menciptakan arus sendiri bergumul
dengan buku-buku dan tulisanku? Tanpa masa depan sbagaimana orang-orang cita-citakan
dan takutkan?. Atau sebaliknya, “sudah
waktunya keluar dari kampus rif, ketika memang dunia kampus sudah tak memberi
apa yang kau cari” begitu ungkap temanku yang kini sudah mau beranak
kembar.
Dan masih tentang impian,
impian itu adakah?
Di aku, kamu ,dan kita???
7/juni /2012
Tulisan di muat di Koran pabelan
edisi 20 /2012