Negeri Mimpi
Oleh Arif saifudin yudistira*)
Malam itu sepertinya aku melihat indonesia sejahtera, adil, dan makmur. Malam itu tak ada gelap semua terang. sejauh aku memandang,sejauh itu pula aku menemukan cahaya. Negeri ini seperti aku alami. Negeri ini sepertinya aku diami. Negeri ini tak ada lagi persaingan politik, sebab politik sudah menjadi lenyap dengan tujuannya. Negeri ini benar-benar seperti pernah aku singgah disana. Aku bermimpi kartini tak perlu bercita-cita lagi, pram tak perlu membikin dan mencetak ulang roman-romannya. Gunawan Muhammad berhenti membuat catatan-catatan pinggirnya. Syafii maarif berhenti menulis resonansinya di republika. Kemudian Gus Dur tak perlu lagi berdebat tentang pluralisme. Ulama berhenti berdakwah karena negeri ini sudah beriman semua. Kemudian tak ada lagi aparat kepolisian karena tidak ada lagi yang perlu diamankan dan ditangkap.
Sejenak aku nglilir. Bila indonesia seperti dalam mimpiku, berarti tak ada lagi mimpi baru? tak ada lagi harapan baru?, dan tak ada lagi tujuan negara yang baru?. Mungkin itu salah satu alasan mengapa aku dilahirkan di negeri yang carut-marut ini. Impian. Yah, impian yang membuat negeri ini masih optimis bersama orang-orang di dalamnya. Buya syafii maarif, dan lain-lain yang tidak mungkin saya sebut satu persatu.
Negeri ini memang dilanda masalah, agar kita tidak seperti arab yang tinggal diam dan mengurusi minyak serta menunggu dan melayani jamaah hajinya. Negeri ini pun masih mencari-cari. Meski sudah jelas pancasila,UUD 45, sebagai watak dan karakternya. Perlukah?perlu, karena bagian dari proses menemukan dan mengimani itu harus dijalani.Negeri ini perlu belajar, dan memang dalam proses belajar. Manusianya terlampau terlena dengan kekayaannya, dengan kemerdekaannya. Asyik dengan politik manipulatifnya.
Negeri ini memang lagi bermimpi. Aku tidur lagi. berharap lupa dengan apa yang kualami dan kuimpikan tadi. Tapi kemudian aku bermimpi lagi, negeri ini hampir tidak lagi bernama indonesia. Ia dilanda bencana dimana-mana. Ia dirundung masalah bertubi-tubi. Ia dilanda kemerosotan moral yang dalam. Pancasila dan UUD jadi pajangan. Pemimpinnya ibarat para pemain sinetron yang lihai dalam berakting. Negeri ini sepertinya mengerikan dalam pandanganku. Aku sepertinya benar-benar berada disitu. Para koruptor bukan lagi sedikit, tapi melebihi rekor dunia.
Aku bermimpi terus, negeri ini tidak ada lagi. Sejenak aku berfikir itu tadi kan semua Cuma mimpi?. apa arti mimpi baik- buruk ini yah?. Aku tak bisa menjawab aku hanya ingin melanjutkan mimpiku. Sejenak aku berpindah mimpi, negeri ini ,masih ada dalam anganku, tapi sejenak hilang. Kemudian aku terbang membayangkan negeri amerika yang hidupnya penuh dengan citra. Dimana-mana citra negeri nya yang dibangga-banggakan. Melalui film, atau lain-lainnya.
Kembali aku ke negeri yang konon ceritanya bernama indonesia. Yah, sebab dalam sejarah belum aku dengar detail nama indonesia secara gamblang diceritakan guruku dalam mimpiku. Jangan lupa, aku masih bermimpi. Ku teruskan. Kemudian aku bertemu lagi di negeri ini sejarah yang kompleks. sejarah orang-orang keras tapi juga lembut. Tan malaka, alimin, musso, sukarno, hatta, syahrir, dan sederetan nama lainnya. Bukannya aku lupa atau tak bisa menghafal, sebab mimpiku belum mampu menjangkau nama yang lebih banyak dari yang kuingat.
Negeri ini dibangun pula oleh lautan darah pada waktu itu, di negeri yang namanya indonesia konon katanya, aku pun tak bisa membayangkan betapa amisnya bau negeri ini. Yang penuh dengan lautan keringat dan darah. Saat ini konon ceritanya, negeri ini sedang punya mimpi seperti yang aku sebutkan tadi. Mimpinya masyarakat adil dan makmur, tapi pemimpinnya bercita-cita supaya negeri ini rusak.
Aku tidak bisa membiarkan semua ini. Aku harus merubah semuanya. Aku harus mewujudkan mimpi-mimpi indah itu. Tapi pertanyaanya satu. Apa aku bisa merubah mimpi?. Yah,,,,memang negeri ini masih bermimpi, dan mesti dibangunkan dan diingatkan dari mimpi-mimpinya. Apakah aku dan kita juga demikian???. Aku masih bermimpi, di negeri mimpi.
Penulis adalah Mahasiswa UMS, Presidium Kawah Institute Indonesia